Cari Blog Ini

Rabu, 24 November 2010

EI

EKONOMI ISLAM:
SISTEM EKONOMI BERMORAL PASCA KAPITALISME
Moch. Yazid Afandi, M.Ag
A. Pendahuluan
Adalah Helmut Schimdt, mantan kanselir Republik Federasi Jerman, pernah menampakkan kegusarannya terhadap perkembangan ekonomi dunia yang ia nyatakan semakin tidak menentu. Ia berujar, “Ekonomi dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama sekali tidak menentu”. Sebuah pandangan pesimis terhadap kondisi perkembangan ekonomi dunia.
Senada dengan mantan Kanselir Jerman tersebut, -namun bertutur ke ranah yang lebih faktual-, Henry Kissinger mencatat, kondisi ekonomi dunia dihantui oleh tingginya tingkat inflasi per tahun, tingginya tingkat suku bunga, fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat, semakin bertambahnya tingkat pengangguran, dan lain-lain. Kondisi ini akan diperparah oleh ancaman kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidak adilan sosio-ekonomi, ketidakmampuan kembali negara-negara ketiga untuk membayar hutang mereka dan resesi eonomi akan menjadi kenyataan pahit yang harus diterima masyarakat dunia. Kissinger seolah-olah ingin mengatakan bahwa, ada ketidak beresan terhadap aktifitas para pelaku ekonomi dunia, hingga melahirkan berbagai macam kondisi faktual yang cenderung menyengsarakan.
Pandangan tersebut menggambarkan sebuah kekhawatiran yang cukup mengejutkan dari salah seorang pemimpin dunia yang tentunya sangat paham dengan arah dan perkembangan ekonomi dunia modern. Dengan sikap dan pernyataan yang ditunjukkan oleh Mantan Kanselir Jerman, dan juga pemikir ekonomi Hanry Kissinger tersebut, sangat wajar jika kemudian muncul sebuah pertanyaan terhadap konsep ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat dunia saat ini yang memunculkan sikap pesismisme itu. Hal ini penting untuk diungkap sebagai sebuah upaya untuk mencari jawaban dan alternatif lain, jika sistem ekonomi yang bergerak saat ini berada dalam kondisi yang tidak wajar, atau bahkan akan menjerumuskan umat manusia ke jurang penghancuran (bukan Kehancuran).
Melihat kenyataan di atas, para ahli ekonomi dunia bukan tidak melakukan langkah-langkah kreatif untuk mengantisipasi semakin memburuknya ekonomi Dunia. Mereka mencoba untuk membongkar sesuatu yang mereka anggap “salah” dalam melakukan praktek-praktek ekonomi. Mereka memunculkan simptom–simptom, misalnya; menguji ketidak seimbangan anggaran belanja dan pengeluaran, timbulnya kecenderungan proteksi, menguji efektifitas bantuan asing, kerjasama internasional yang tidak memadai dan lain-lain. Semua upaya tersebut dilakukan atas kesadaran bahwa ada “sesuatu” yang salah dalam praktek ekonomi dunia dan perlu dibenahi untuk mewujudkan tertata rapinya ekonomi ke depan. Kenyataan ini sekaligus menegaskan bahwa dunia telah terancam “krisis” karena ada sesuatui yang salah dalam praktek ekonominya.
Daniel Bell mencatat, bahwa kondisi perekonomia modern di hadapkan pada berbagai dilema perekonomian yang menyebabkan munculnya kondisi perekonomian yang tidak wajar dan berujung pada resesi. Berbagai dilema tersebut berporos pada tiga hal yaitu; kerakusan borjuis, masyarakat demokratis yang tak terkendali dan etos individualistis. Kerakusan borjuis meniscayakan munculnya para pelaku ekonomi yang hanya mementingkan aspek pendapatan kepuasan material yang tiada batas. Agenda “puas dan tidak puas” diukur dari seberapa besar mereka mendapat kuntungan material, dengan menafikan hal-hal mendasar yang dibutuhkan manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain. Akhir dari pencarian kepuasan seperti inilah yang dapat menimbulkan berbagai macam eksploitasi dan penindasan oleh si kuat kepada si lemah.
Demokrasi adalah jalan terbaik diantara pilihan yang buruk. Meskipun dalam wacana politik kehadirannya dibutuhkan, namun ia bukan tanpa cacat. Kelemahan demokrasi yang paling mendasar adalah tiadanya jaminan moral terhadap pelakunya. Demokrasi membenarkan kemenangan bagi yang mendapat dukungan kuantitatif terbesar tanpa dibarengi dengan penyaringan kualitas bagi para kompetitornya. Akibat yang ditimbulkan, kemungkinan munculnya seorang pemenang yang kualitas moralnya di bawah standar. Demokrasi yang tak terkendali akan memproduk para pelakunya menjalankan kebijakan tanpa dibarengi dengan landasan moralitas.
Dalam ekonomi modern, - dan ini merupakan core dalam wacana kapitalisme-, borok yang paling mengkhawatirkan adalah sangat dominannya etos individulistis. Etos individualistis mempertahankan paham kebebasan individu dalam mengejar kepentingan dan keuntungan. Kepentingan individu bersifat absolut dan tidak boleh ada intervensi oleh siapapun. Ranah sosial bukan merupakan agenda utama, meskipun sedikit mendapat perhatian. Jika ranah sosial tidak lagi menjadi peetimbangan yang serius, maka akibat yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap persoalan-persoalan sosial.
Gambaran singkat dari pangkal boroknya perekonomian modern di atas, menunjukkan sangat perlunya melakukan kajiaan ulang terhadap landasan praktek ekonomi modern. Di samping itu, berbagai persoalan yang muncul yang menjadi kecemasan para pemerhati ekonomi –sebagaimana yang ditunjukkan oleh Henry Kissinger di atas-, lebih dari sekedar kesalahan dalam pengambilan policy. Rekonstruksi ideologis adalah jalan yang paling tepat untuk mengawali tatanan sistem perekonomian menuju paraktek ekonomi yang berkeadilan.
Berangkat dari sini, langkah-langkah antisipatif yang dilakukan oleh para ahli untuk mengobati semakin buruknya kondisi ekonomi modern tersebut, terlihat sangat dangkal. Dengan langkah tersebut, memang untuk saat tertentu akan dapat mengobati luka yang menganga. Namun untuk jangka panjang masalah tersebut sangat mungkin akan muncul kembali, bahkan mungkin akan lebih besar. Hal ini akibat dari langkah pengobatannya bersifat “kosmetikal”, tidak menyentuh pada persoalan yang mendasar.
Kondisi faktual merosotnya kualitas ekonomi sebagaimana yang dikhawatirkan oleh dua tokoh dunia di atas tidak hanya memerlukan penanganan yang bersifat kosmetikal. Namun diperlukan upaya pembongakaran “ideologi” dari pelaku ekonomi yang mendasari praktek-praktek ekonomi. Diperlukan sebuah koreksi total dari para pelaku ekonomi, agar mereka dalam beraktifitas ekonomi selalu memperhatikan aspek kesehatan sosial yang terpancar dari karakter dan diri pribadi di atas kesadaran para individu. Praktek ekonomi bukan hanya disandarkan pada kepentingan pengumpulan profit semata, namun yang lebih penting dari itu, harus ada transformasi moral dari para pelaku ekonomi, hingga terwujud sebuah interaksi positif yang tidak saling mencelakakan. Dan ada jaminan bagi keberlangsungan kepentingan-kepentingan sosial bagi para pelaku ekonomi.
Masyarakat modern tampaknya menyuguhkan fenomena yang jauh dari prinsip tersebut. Dalam melakukan praktek ekonomi mereka hanya mempertimbangkan aspek pemenuhan material yang bersifat sangat individualistis. Sehingga sebuah keniscayan, jika kemudian muncul sebuah praktek-praktek ekonomi yang bersifat eksploitatif atau bahkan penjajahan dalam bentuk yang lebih halus.
Di sinilah, Islam tampil menawarkan prinsip-prisip dasar yang dapat dijadikan landasan untuk berekonomi. Landasan moral-religius Islam yang menjadi core dalam segala aktifitas perekonomian, merupakan sumbangan emas bagi tertata rapinya perekonimian dunia menuju kondisi yang berkeadilan. Pengakuan hak individu, bagi Islam, tidak secara mutlak, namun pada waktu yang bersamaan, ada hak orang lain yang mesti menjadi perhatian. Keseimbangan antara hak-individu dan hak orang akan menjamin keselaran dan keadilan dalam praktek ekonomi.
Namun demikian, nampaknya hegemoni kapitalisme yang cenderung hedonistik, seolah membenamkan nilai emas yang ditawarkan Islam. Masyarakat dunia sudah terlanjur terkuasai oleh pola pikir kapitalis, sehingga yang menjadi pertimbangan pokok dalam ber-ekonomi adalah semata-mata mencari keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan hak orang lain.
Untuk itu, masih diperlukan upaya pemantapan gagasan Ekonomi Islam di tengah-tengah hegemoni kapitalisme. Hal tersebut akan berhasil jika, secara faktual Ekonomi Islam mampu bersaing bahkan mampu menawarkan konsep yang rasional dan aplicable bagi terbenahinya kondisi perekonomian. Tulisan ini mencoba memberikan prinsip-prinsip dasar dan orientasi Ekonomi Islam. Pemaparan tentang etika dan aspek sosial juga akan dilakukan, untuk mempertegas bahwa dalam Islam, praktek Ekonomi dimaknai sebagai pemenuhan terhadap “tugas suci” manusi dari Allah SWT sebagai Khalifatullah fi al-Ardl. Maka dengan mendasarkan nilai-nilai seperti ini, akan menjadikan manusia yang selalu mempertimbangkan kemaslahatan bagi alam sekitar dibanding dengan pengerukan keuntungan semata. Di samping dua hal di atas, dalam tulisan ini juga akan diungkap tentang begitu kuatnya “pemikiran” kapitalisme dalam benak para pelaku ekonomi. Hal ini dirasa penting, mengingat hampir semua orang sepakat bahwa, kapitalisme memberi andil besar bagi memburuknya kondisi perekoniman dunia. Oleh karena itu, perlu adanya tawaran konsep lain sebagai penawar bagi konsep kapitalisme ini. Bagian terakhir dari tulisan ini, diarahkan untuk mengajak pembaca tentang pentingnya memapankan Ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat –yangs secara tidak sadar- terkuasai oleh pola pikir kapitalis.
B. Antara Etos Kerja dan Etika dalam Ekonomi Islam.
Dalam kegiatan ekonomi, etos kerja adalah variabel yang paling dominan untuk menentukan kesuksesan seseorang. Kesuksesan dalam arti dapat memperoleh target-target material yang diinginkan seseorang. Etos kerja merupakan “bahan bakar” seseorang yang akan selalu menyalakan api semangat dalam berusaha. Islam sangat memperhatikan hal tersebut. Islam tidak membiarkan individu-individu menjadi pemalas, dan hidup dalam tanggungan orang lain.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa suatu ketika Nabi SAW kedatangan seorang sahabat Ansor yang meminta-minta, namun kondisi fisiknya terlihat sehat. Kemudian terjadilah percakapan antara Nabi SAW (NB) dan Sahabat Ansor (SA) tersebut;
NB : “Apakah masih ada sesuatu (yang kamu miliki) di rumahmu?”
SA : “Ada ya Rasulallah. Barang yang masih ada hanyalah bekas kain pelana yang sebagian kami pakai dan sebagian lagi untuk tempat duduk, dan satu lahi mangkuk buat minum”.
NB : “Pergilah dan ambil bawa ke sini!”
Lalu lelaki Ansor tersebut berangkat mengambil barang miliknya yang terakhir, kemudian menyerahkannya kepada Nabi SAW. Nabi kemudian mengumpulkan para sahabat, kemudian melelang barang tersebut;
NB SAW. : “ Siapakah yang mau membeli barang ini?”
Shabt lain: “Saya membelinya satu dirham”
NB SAW : “Siapa yang berani melebihinya? (Nabi mengulanginya tiga kali)
Sahabat lain : “saya mau mengambilnya dengan harga dua dirham.”
Kemudian oleh Nabi SAW diberikan barang tersebut kepada sahabat yang menawar tertinggi. Kemudian Nabi SAW menyerahkan uang hasil lelangnya kepada sahabat Ansor, pemilik barang itu, lalu berkata:
“ Separuh uang ini kamu belikan makanan untuk keluargamu di rumah dan separuhnya lagi kamu belikan kampak dan bawalah kepadaku ke sini”.
Sahabat Ansor tersebut segera memenuhi perintah nabi SAW, kemudian dia kembali kepada Nabi membawa kampak yang baru ia beli, kemudian Nabi SAW menyambutnya seraya memegang erat tangannya dan menyerahkan sebatang kayu ke dalam tangannya, sambil bersabda:
“Berangkatlah engakau sekarang mencari dan menebang kayu, lalu juallah. Jangan datang kepadaku dalam waktu lima belas hari”
Kemudian lelaki tersebut pergi ke bukit mencari kayu kemudian menjualnya. Sesudah lewat lima belas hari, dia datang kembali kepada Nabi, dan tangannya menggenggam uang sebanyak sepuluh dirham. Uang tersebut sebagian untuk membeli makanan, sebagian untuk membeli pakaian dan sebagian yang lain disimpan untuk modal selanjutnya. Melihat hal tersebut Nabi SAW berkomentar :
“Perbuatan ini lebih baik bagimu daripada kamu hidup mengemis dan meminta-minta, yang nanti akan menjadi cacat bagi mukamu pada hari kiamat. Sesungguhnya kerja meminta-minta tidaklah dibolehkan, kecuali pada tiga saat yang genting; pada saat kelaparan yang sangat, pada saat punya hutang yang memberatkan atau pada saat membayar denda yang memberatkan”.
Riwayat di atas menunjukkan sebuah cara penanganan Nabi SAW terhadap persoalan kemiskinan yang sarat dengan pelajaran tentang etos kerja bagi manusia yang sebenarnya mampu bekerja. Bahwa Nabi SAW sebagai pemimpin, saat di datangi peminta-minta tidak mau memberi barang yang sifatnya konsumtif. Nabi SAW justru memberikan dorongan untuk dapat melakukan usaha-usaha produktif untuk memenuhi kebutuhan keluarga orang tersebut. Setidaknya fenomena seperti ini mengisaratkan bahwa etos kerja menjadi perhatian serius oleh Islam. Seorang peminta-minta adalah simbol dari orang yang tidak memiliki etos kerja, dan oleh karena itu, Nabi SAW memberikan jalan keluar agar mereka mendapatkan harta tidak dengan cara-cara orang malas bekerja.
Di samping itu, Islam juga tidak membiarkan seseorang sukses secara “membabi buta” tanpa memandang dan memperhatikan aspek etika dalam memperoleh kesuksesan tersebut. Keberhasilan seseorang dalam memperoleh target-target material, harus dibarengi dengan keberhasilan mereka dalam berpegang teguh pada etika. Kegagalan seseorang yang memperoleh kesusksesan dalam berpegang teguh pada aspek etis ini, akan meniscayakan sebuah kesuksesan yang dilalui dengan cara-cara eksploitatif. Maka, antara etos kerja – yang menjadi prasarat tercapainya kesuksesan-, dengan aspek etis –yang menjadi dasar interaksi sehat antar sesama manusia- adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Abdurrahman Azzam meriwayatkan tentang seorang saudagar Islam yang bernama Yunus bin Obaid. Ketika waktu Shalat Tiba, Yunus bin Obaid pergi ke masjid, dan dia menyuruh anak saudaranya untuk menjaga barang dagangannya. Kemudian datang seseorang dari kota yang berkeinginan membeli kain, seraya menanyakan tentang harga kain itu. Kain yang semestinya berharga 200 dirham oleh anak saudara Yunus dijual 400 dirham.
Di tengah jalan Yunus bin Obaid bertemu pembeli kain tersebut dan dia menanyakan harganya. Pembeli kain menjawabya bahwa, kain tersebut dibelinya seharga 400 dirham. Yunus bin obaid terkejut mendengarnya, dan meminta pembeli itu kembali ke tempat ia membelinya. “Harga kain ini tidak melebihi 200 dirham”, kata Yunus bin Obaid. “Tidak apa-apa kain ini saya beli 400 dirham, di tempatku harga kain seperti ini 500 dirham”. Jawab pembeli tersebut. Kemudian Yunus Bin Obaid menimpalinya; “pergilah dan kembalilah, sesungguhnya nasehat dalam agama lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Sesampainya di tempat jual beli itu, Yunus bin Obaid mengembalikan 200 dirham kepada pembeli kain tersebut, yang harga sebenarnya hanya 200 dirham. Kemudian Yunus menegur anak saudaranya, dan terjadi percakapan;
Yunus : “Apakah kamu tidak merasa malu? Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah? kamu mengambil keuntungan sampai berlipat, dan kamu meninggalkan nasehat dari sesama muslim.”
Anak : “Demi Allah, dia membelinya dan itu atas kerelaan dia sendiri.”
Yunus : “Betul! Namun, apakah kamu senang menjual baginya dengan harga yang kamu sendiri tidak senang untuk dirimu sendiri?”
Riwayat di atas menggambarkan tentang praktek ekonomi yang sangat erat kaitannya dengan etika sosial. Menurut hukum ekonomi an sich, keuntungan berlipat yang didapatkan seseorang dari transaksi sebuah barang-apalagi dari orang yang tidak tahu- adalah sah dan tidak salah. namun, hal tersebut tampak tidak wajar dari sisi etika kemanusiaan.
Dua riwayat di atas cukup dapat dijadikan gambaraan, bahwa Islam sangat memperhatiakn etos kerja yang harus dimiliki oleh seseorang. penanganan Rasulullah terhadap problem seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti disebutkan dalam riwayat di atas, adalah bentuk dorongan ajaran Islam agar seseorang dapat bekerja secara wajar.
C. Nilai Etika dan Sosial dalam Ekonomi Islam
Kehadiran Islam ke dunia ditujukan untuk memenuhi semua tuntutan kehidupan, memerangi kemiskinan dan merealisasikan kemakmuran dalam semua sisi kehidupan. Islam merupakan akidah, ibadah, moral syariat, hukum, keputusan dan perdagangan. Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, dalam Islam telah tergariskan sebuah jalan hidup yang sempurna untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat, tidak saja menjaga keselamatan individu, namun juga keselamatan masyarakat umum.
Dalam persoalan Ekonomi, ada perbedaan prinsip yang cukup signifikan antara istilah Ekonomi Islam dengan Ekonomi yang lain. Dr. Muhammad bin Abdullah al-Araby mendefinisikan Ekonomi Islam; adalah kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari al-Qur’an, sunnah dan pondasi ekonomi yang dibangun atas dasar pokok-pokok itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu.
Sedangkan Dr Muhammad Syauki al-Fanjari mendefinisikannya; Ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan dan mengatur praktek-praktek ekonomi yang sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dua defenisi tersebut menegaskan bahwa, dalam Ekonomi Islam, ranah religiousity Value menjadi dasar setiap aktifitas dan semua transaksi yang dilakukan. Ia adalah sebuah prinsip umum yang sangat diperlukan bagi pembentukan watak pribadi yang bertanggungjawab dan mengedepankan kejujuran.
Nilai-nilai religiusitas yang menjadi prinsip dasar dalam ekonomi Islam – yang tidak ditemukan dalam sistem ekonomi lainnya-, antara lain; pertama, Ekonomi Islam diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang digali dari nilai-nilai ketuhanan. Maka, ia mengenal batasan-batasan yang harus dipatuhi umat manusia, yang dikenal dengan istilah halal dan haram. Lebih jauh, batasan halal dan haram ini akan berakibat pada ancaman keselamatan tidak saja di dunia, namun juga di akhirat kelak. Kepatuhan manusia kepada halal dan haram ini juga diyakini sebagai sebuah wujud ketundukan manusia pada Tuhannya. Kualitas ketundukan manusia kepada halal dan haram -yang terletak di semua bentuk aktifitas ekonomi- diyakini akan menjadi jaminan manusia untuk berprilaku jauh dari penyimpangan dan eksploitatif.
Kedua, Islam memandang bahwa, pemilik dari semua sumber daya alam adalah SWT. Berbagai jenis sumber daya tersebut merupakan titipan Allah SWT kepada manusia untuk dikelola secara baik demi kesejahteraan alam dan manusia. Posisi manusia hanya sebatas “yang diserahi/dititipi” bukan sebagai pemilik yang sesungguhnya. Posisi seperti ini dalam terminologi Islam disebut dengan Khalifatullah fil ardl. Maka dengan posisi seperti ini konsep kepemilikan individu dalam Islam tidak mutlak.
Ketiga, Dengan berdasarkan pada pandangan bahwa kepemilikan individu tidak bersifat mutlak, Ekonomi Islam selalu mempertimbangkan keseimbangan kepemilikan individu dan kepentingan sosial. Pengakuan terhadap hak individu dibarengi dengan penegasan adanya hak orang lain yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang telah memenuhi kriteria tertentu. Di sana terbangun sebuah sikap yang memperkuat individu dan haknya dalam kepemilikan, dan pada waktu yang sama juga menumbuhkan perasaan tanggung jawab sosial. Ekonomi Islam meletakkan kepentingan individu sebanding dengan kepentingan masyarakat. Prinsip seperti ini, memberikan keleluasaan individu untuk berkompetisi memperoleh haknya, namun tetap dalam koridor kepentingan masyarakat dengan nilai-nilai universalitasnya.
Keempat, dalam Islam aktifitas ekonomi seseorang diarahkan untuk menjamin keselarasan dan kesejahteraan bersama, bukan untuk menumpuk kekayaan seseorang semata. Prinsip ini meniscayakan dapat tersebarnya harta secara adil dan merata ke segenap masyarakat. Islam mengecam keras terhadap praktek monopoli, penumpukan, dan tersentralnya harta pada seseorang tanpa mempertimbangkan kemerataan harta tersebut.
Kelima, Semua aktifitas manusia harus dibangun di atas orientasi Ta’abud ila-Allah. orientasi ini meniscayakan penafian semua orientasi hidup manusia, kecuali pada Yang Maha Pencipta. Manusia diajari untuk berprilaku bahwa semua yang kasat mata bersifat sementara dan fana’. Dalam kesementaraan inilah maka ia tidak patut untuk dianggap sebagai “yang satu-satunya” yang dapat menyebabkan manusia diperbudak olehnya. Inilah sebuah ajaran yang dahsyat untuk membentuk pribadi yang tangguh dan sekaligus memiliki sensitifitas tinggi terhadap alam sekitar. Demikian juga dalam persoalan ekonomi. Dengan berdasarkan pada prinsip di atas, aktifitas ekonomi manusi dalam Islam diarahkan untuk semata-mata pengabdian pada Allah. Sehingga tidak semestinya jika manusia harus menjadikan materi sebagai dasar dalam beraktifitas.
Di atas lima prinsip itulah Ekonomi Islam dibangun. Berbeda dengan praktek ekonomi lain, praktek ekonomi Islam dipraktekkan dan dikendalikan bukan oleh hasrat dan pengalaman seseorang semata, namun juga dipandu oleh pedoman-pedoman normatif yang diyakini dari Dzat Yang Maha Ghaib. Bahkan panduan normatif ini menjadi instrumen utama dalam menganalisa gejala-gejala perekonomian yang berlaku serta dipakai untuk menentukan arah perjalanan perekonomian ke depan. Dari sinilah ekonomi Islam meniscayakan munculnya sebuah interaksi bisnis yang mengedepankan kebersamaan dan kesejahteraan bersama, hingga dapat mengantarkan masyarakat yang jauh dari eksploitasi dan saling mendzalimi.
D. Problem Kapitalisme dan Upaya Pembumian Ekonomi Islam
Sebagaimana disinggung dalam pendahuluan, cengkeraman kapitalisme menimbulkan banyak masalah sosial yang harus dibayar oleh sistem ini. Persoalan negatif yang ditimbulkan tersebut khususnya berpengaruh pada para pelaku ekonomi. Ambillah misalnya krisis 2001 dengan munculnya kasus Enron di Amerika; yang terjadi adalah krisis kepercayaan disebabkan oleh karena skandal akuntansi dan etika di kalangan manajemen dan profesional (akuntan dan analis) yang mengelola perusahan Amerika tersebut. Mereka ini melakukan kerja sama strategis untuk meraup keuntungan dari sistem yang ada.
William Webster yang telah ditunjuk untuk mengisi jabatan Accounting Oversight Board mengundurkan diri pada 11 November 2002, karena skandal keuangan. Bahkan integritas dan independensi Ketua SEC saat itu, Harvey L Pitt pun diragukan karena kedekatannya dengan industri akuntansi, yang seharusnya menjadi pengawasnya. Keadaan ini menggambarkan bagaimana sistem kapitalis itu sebenarnya sangat rentan dengan hal-hal yang bersifat manusia yang disebabkan oleh hawa nafsu serakah manusia yang sebenarnya dalam ekonomi Islam sudah diatur sedemikian rupa sehingga manusia dan segala keserakahan hawa nafsunya harus tunduk pada kepentingan yang lebih luhur dan lebih kekal bukan kepentinga sesaat atau sepihak.
Sistem kapitalis itu sendiri akan mengulangi kesalahan-kesalahan lama dan terus berulang jika sifat dasar, filosofinya tidak diperbaiki. Sifat dasar kapitalisme memang dari awalnya tidak adil, karena visi dan misinya hanya mengutamakan 'pemilik modal'. Pemilik modal sebagai motor penggerak, inisiator, leader dan otomotis juga sebagai penerima keuntungannya. Pihak lain seperti tenaga kerja, profesional adalah para pelayan yang harus mengikuti apa kata pemilik modal.
Kapitalisme juga mengabaikan aspek transenden, ketuhanan dan hal hal yang bersifat ghaib. Dasar fisolofi rasionalisme sekular inilah yang menimbulkan ketidakseimbangan alam sehingga menimbulkan berbagai krisis yang berkelanjutan. Kapitalisme modern saat ini dibangun dengan monetary based economy bukan real based economy. Ia didominasi oleh permainan-permainan ekonomi yang tidak riil. Permainan seperti ini hanya akan meniggikan.
Rente ekonomi diperoleh bukan dari melakukan kegiatan investasi produktif tetapi dari investasi spekulatif. Bahaya potensial berikutnya yang akan dihadapi seandainya masih terus mengamalkan sistem kapitalisme ini adalah runtuhnya sistem keuangan. Tanda tanda ini sudah ada sebagaimana angka-angka tentang efek negatif monetary based economy yang dijelaskan oleh keadaan negara-negara maju dan negara berkembang.
Di Negara seperti Jepang, China dam Jerman industri ini semakin mengkhawatirkan. Di Indonesia kita sudah rasakan krisis perbankan 1997 yang telah melahirkan krisis keuangan dan ekonomi yang berkepanjangan. Krisis perbankan ditutupi dengan pembentukan BPPN serta berbagai upaya merger, akuisisi dan lain sebagainya untuk menutupi kesalahan sektor ini. Paling tidak Rp 800 triliun uang rakyat terpaksa disumbangkan (disubsidi) untuk para konglomerat serta para pejabat (sebagai pengambil keputusan) untuk menutupi krisis perbankan ini.
Momentum krisis dengan 'dokter' IMF yang ternyata tidak memberi penyeleseian berarti, seharusnya menyadarkan para pelaku ekonomi untuk mengingat kembali beberapa konsep ekonomi Bung Karno atau Bung Hatta, yang populer disebut Berdikari. Sebuah praktek ekonomi yang mendasarkan pada demokrasi ekonomi, ekonomi kerakyatan dan ekonomi yang bebas dari ketergantungan pada satu kekuatan. Gagasan Bung Karno yang mempopulerkan ekonomi berdikari, jika pada saat yang bersamaan mendasarkan diri pada nilai-nilai lima prinsip –sebagaimana disebut dalam sub bab sebelumnya-, maka sebenarnya itulah core dari Sistem Ekonomi Islam.
Sebenarnya sejak dekade 70-an telah mulai dipraktekkan Ekonomi Islam dan Lembaga Keuangan Islam dalam tatanan dunia Internasional. Kajian Ilmiah tentang Sistem Ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi di kalangan akademisi di berbagai Universitas Islam. Hasil kajian tersebut dalam tataran aplikatif mulai menuai hasilnya dengan didirikan Islamic Development Bank di Jeddah tahun 1975 yang diikuti dengan berdirinya bank-bank Islam dikawasan Timur Tengah. Hal ini bahkan banyak menggiring asumsi masyarakat bahwa Sistem Ekonomi Islam adalah Bank Islam, padahal Sistem Ekonomi Islam mencakup ekonomi makro, mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, public finance, model pembangunan ekonomi dan instrumen-instrumennya.
Meski diiringi oleh sikap skeptis dari beberapa kalangan, sistem ekonomi Islam telah menampilkan wujudnya yang “beda” dengan sistem ekonomi lainnya. perbedaan yang paling mendasar terletak pada sandaran filosofisnya. Sistem Ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam secara integral dan komprehensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam mengacu pada core ajaran Islam. Kesesuaian Sistem tersebut dengan fitrah manusia tidak bisa terbantahkan. Dengan selalu menjaga keselarasan inilah yang tidak memunculkan benturan-benturan dalam Implementasinya. Kepentingan individu dibuka lebar, namun dalam waktu yang bersamaan individu memiliki kewajiban untuk menjaga kebebasan individu yang lain, dan menjaga kepentingan kolektif. Keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif menjadi pendorong bagi bergeraknya roda perekonomian tanpa merusak sistem sosial yang ada.
Inilah model atau sistem ekonomi Islam yang menunjang terbentuknya masyarakat Adil dan makmur. Pendekatan Islam terhadap sistem ekonomi merupakan sebuah pendekatan terhadap peradaban manusia sebagai satu kesatuan. Pendekatan ini sangat relevan dan amat mendesak untuk diimplementasikan sebagai ganti dari sistem ekonomi yang cenderung banyak menimbulkan konflik. Implementasi sistem ekonomi Islam tidak saja ditopang oleh argumen-argumen normatif, namun juga harus atas kesadaran tuntutan sejarah akan pentingnya menata kondisi dunia yang lebih beradab dengan beralih pada sistem yang memungkinkan untuk tujuan tersebut. Nampaknya upaya impelementasi yang mendasarkan pada tuntutan sejarah inilah yang lebih mudah dikomunikasikan kepada masyarakat.
E. Kesimpulan
Tercerabutnya akar moralitas dari para pelaku ekonomi adalah akibat terparah dari sistem ekonomi kapitalis. Kondisi ini sekaligus menjadi momok yang paling menakutkan bagi perkembangan ekonomi. Para pakar telah mendiskusikan kondisi tersebut sejak awal, ketika mereka merasakan ada sesuatu yang salah dalam sistem ini. Namun yang paling disayangkan, diskusi yang diupayakan untuk memperbaikinya, sangat dangkal dan hanya menawarkan simptom-simptom belaka. Padahal yang diperlukan adalah membongkar landasan filosofis dari sistem tersebut.
Sejak dekade 70-an ekonomi Islam telah banyak diperbincangkan para ahli sebagai salah satu sistem ekonomi alternatif yang ditawarkan untuk mengganti sistem kapitalis. Secara filosofis-ideologis perbedaan yang sangat mendasar dari ekonomi Islam minimal terletak pada lima hal; pertama, Ekonomi Islam diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang digali dari nilai-nilai ketuhanan yang akan membawa pelaku ekonominya memiliki self control. Kedua, konsep kepemilikan individu yang tidak mutlak. Ketiga, menekankan aspek keseimbangan kepentingan individu dan kolektif. Keempat, adanya kecaman terhadap monopoli dan sentralisasi harta oleh pemodal, kelima, orientasi prilaku ekonomi diarahkan pada kepentingan suci pengabdian pada Allah SWT, yang akan membawa dampak pembentukan karakter kuat dan bermoral bagi para pelaku ekonomi.
Di atas –minimal- lima prinsip makro itulah sistem ekonomi Islam dibangun. Namun demikian, para pelaku ekonomi nampaknya belum begitu banyak melirik sistem ini, terbukti pada era 90-an, saat resesi dunia melanda belahan dunia ini, kapitalisme masih mencekeramnya. Logika-logika kapitalisme masih menjadi cara penyeleseian. Sehingga Ekonomi Islam belum banyak berperan.
Secara filosofis, sebenarnya sistem ini sangat sesuai dengan tuntutan fitrah manusia. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal; diantaranya pada penekanan ajaran moral oleh setiap pelaku ekonomi. Sikap yang dicontohkan oleh Yunus bin Obaid yang tidak mau menerima keuntungan berlipat, meski secara hukum sah, adalah menjadi bukti akan posisi moralitaas dalam praktek ekonomi Islam. Keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan kolektif, juga menjadi perhatian yang serius dalam ekonomi Islam.
Implementasi sistem Ekonomi yang mempertimbangkan aspek moralitas, sebenarnya sebuah kebutuhan mendesak ditengah-tengah derasnya hantaman resesi dunia akibat kapitalisme. Upaya tersebut akan lebih efektif jika diwacanakan tidak di bawah ranah normatif belaka. Yang lebih dibutuhkan adalah implementasi cerdas dari sistem ini sebagai sebuah jawaban solutif terhadap kepincangan sistem ekonomi yang telah dan sedang mencengkeram ini. Oleh karena itu, sangat urgen untuk mengimplementasikan sistem ekonomi Islam tidak saja atas nama normatifitas, tapi adanya tuntutan masyarakat dunia untuk membenahi kondisi ekonomi akibat cengkeraman kapitalisme.


Catatan Akhir :

manajemen

BAB I

1.1 PENDAHULUAN
Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dia sendiri.
Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.
Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang. Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka kehilangan wewenang, padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada pada sang atasan

1.2 TUJUAN
Pendelegasian wewenang merupakan proses pembagian kerja,pengelompokan tugas seorang manajer sedemikian rupa, sehingga akhirnya manajer hanya mengerjakan bagian pekerjaan yang tidak dapat diserahkan kepada para bawahannya, berhubung posisinya dalam organisasi. Dengan pendelegasian ini, maka bawahan akan mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas – tugasnya.
Wewenang merupakan alat untuk bertindak, sedangkan delegasi ( delegation of authority ) merupakan kunci dinamika organisasi. Koontz mengatakan : delegation of authority is the key of organization.

1.3 PERMASALAHAN
Seorang pemimpin dikatakan efektif jika ia dapat melaksanakan pendelegasian itu secara tepat. Tanpa adanya pendelegasian ini, organisasi tidak maju atau tidak bergerak, karena tidak adanya kegiatan yang dilakukan oleh para pegawai dalam perusahaan yang diarahkan kepada tercapainya tujuan perusahaan.

BAB II

2.1 ISI
Para ahli memberikan definisinya secara berbeda, tetapi inti dan maknanya sama.
1. Pendelegasian wewenang adalah memberikan wewenang kepada seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas atas nama delegator.
2. Ralph C. Davis mendefisinikannya, delegation of authority is merely the phase of the process in which authority of assigned functions is released to positions to be exercise by their incumbent. Pendelegasian wewenang hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggungjawaban.
3. HAROLD KOONTZ AND CYRIL O’DONNEL mendefinisikannya, All delegation of authority are subject to recovery by the granter. It is a characteristicof authority that the original possessor does not permanently dispose himself of this power by delegating it. Artinya, semua pendelegasian wewenang merupakan pokok yang didapat kembali oleh pemberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat wewenang, si pemilik wewenang (pemimpin) tidak selamanya menyelesaikannya sendiri kekuasaan ini dengan menyerahkan wewenang itu.
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari definisi-definisi di atas adalah :
1. Pendelegasian wewenang adalah pemberian wewenang oleh seorang pemimpin kepada bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
2. Pendelegasian wewenang dapat memperluas ruang gerak seorang manajer.
3. Pendelegasian wewenang adalah suatu proses yang bertahap, yang juga merupakan jalinan hubungan antara fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi. Dengan demikian maka proses Pendelegasian wewenang itu merupakan hubungan atasan dengan bawahan, merupakan mata rantai yang terus-menerus bersambung.
Seseorang pemimpin baru dapat melakukan kegiatan atau memerintah setelah ia memperoleh wewenang. Bawahan tidak akan melakukan kegiatan dalam perusahaan, jika tidak ada perintah dari atasan, sehingga tidak ada kegiatan dalam perusahaan atau perusahaan tidak dapat merealisasi tujuannya. Delegation of authority sulit untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara tepat, karena dalam Delegation of authority ini terdapat sifat“ Du Characteristic”.
Du Characteristic, artinya pihak bawahan menerima wewenang dari atasan tetapi pada saat yang sama atasan yang bersangkutan tetapi memiliki wewenang tersebut. Pemimpin (delegator) tidak hilang haknya terhadap wewenang yang telah didelegasikan itu.
Contoh : Mustika Fitrigustina Dewi (delegator) memiliki wewenang sebesar X + Y, kemudian mendelegasikan wewenangnya sebesar Y kepada Fitriawan Nur. Karena “Du Characteristic”, wewenang Mustika masih tetap sebesar (X+Y), walaupun ia telah mendelegasikan pada Fitriawan sebesar Y.
Hal ini perlu disadari oleh penerima wewenang (deleget) atau bawahan bahwa wewenang yang diterimanya itu bukanlah merupakan hak mutlak yang dimilikinya sendiri,karena delegator (pemberi) pada saat yang sama tetap juga memiliki wewenang yang didelegasikan tadi. Wewenang tadi tetap memiliki bersama oleh deleget dan delegator.
Di samping itu, manajer sewaktu-waktu dapat menarik kembali wewenang yang didelegasikannya tadi dari deleget/bawahan, karena itu deleget di tuntut agar memanfaatkan wewenang tadi sebaik-baiknya, sesuai dengan batas-batas dan ketentuan yang telah digariskan.
Penerima wewenang harus mempertanggungjawabkan semua tugas-tugasnya kepada pihak pemberi wewenang dengan sebaik-baiknya. Manajer walaupun tetap memiliki wewenang yang telah didelegasikan kepada bawahan, hendaknya di berikan kebebasan kesempatan pada bawahan untuk mengambil keputusan-keputusan demi lancarnya pelaksanaan tugas-tugas yang di bebankan itu. Manajer hanya mengendalikan, agar wewenang tadi jangan di salah gunakan. Karena jika manajer terlalu sering mencampuri urusan-urusan yang telah didelegasikan, akibatnya akan terjadi ketegangan-ketegangan dan hubungan-hubungan menjadi kurang serasi dan roda perusahaan tidak berjalan, sebab manusia mempunyai harga diri dan sebagainya. Tetapi jika terjadi kesalahan-kesalahan, penyimpangan-penyimpangan, overlapping, hendaknya manajer memberikan bimbingan, teguran dan kalau perlu menarik kembali wewenang tadi.
Apakah yang dapat didelegasikan seorang pemimpin kepada hanya dapat mendelegasikan wewenang, sedangkan tanggung jawab tidak dapat didelegasikan kepada bawahan. Pemimpin atau delegator tetap harus bertanggung jawab terhadap wewenang yang didelegasikannya; walaupun setiap deleget yang telah menerima wewenang, harus mempertanggungjawabkannya kepada delegator, penanggung jawab terakhir tetap berada di tangan delegator.
Wewenang yang dapat didelegasikan seorang pemimpin, hanyalah wewenang resmi (formal authority) saja, sedangkan wewenang pribadi (personal authority, wibawa pemimpin) tidak dapat didelegasikan kepada bawahannya.

ASAS PENDELEGASIAN WEWENANG
Dalam pendelegasian wewenang perlu di perhatikan beberapa asas dasar, antara lain :
1. Asas delegasi atas hasil yang diharapkan ;
2. Asas penentuan fungsi atau kejelasan tugas ;
3. Asas rantai berkala ;
4. Asas tingkat wewenang ;
5. Asas kesatuan komando ;
6. Asas keseimbangan wewenang dan tanggung jawab ;
7. Asas pembagian kerja ;
8. Asas efisiensi

SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI
Kesimpulan yang dapat kita tarik ialah “CENTRALIZATION MUTLAK atau DECENTRALIZATION SECARA MUTLAK” dalam manajemen tidak dapat dilakukan, karena itu berarti manajemen telah rusak. Jadi, pengertian Centralization dan Decentralization authority adalah sebagai berikut :
Centralization
Sentralisasi berarti sebagian besar wewenang/kekuasaan masih tetap dipegang oleh manajer puncak (top manajer). Hanya sebagian kecil saja disebarkan ke seluruh struktur organisasi. Misalnya: 75% wewenang tetap dipegang oleh manajer puncak, 25% wewenang disebarkan ke seluruh struktur organisasi.
Sentralisasi di sini bukan sentralisasi mutlak, tetapi relative. Sentralisasi mutlak berarti seluruh wewenang (100%) tetap dipegang oleh manajer puncak. Tidak ada pendelegasian wewenang.
Desentralization
Desentralisasi wewenang berarti sebagian kecil wewenang/kekuasaan dipegang oleh manajer puncak, sedang sebagian besar kekuasaan menyebar pada seluruh struktur organisasi. Desentralisasi di sini pun bukan desentralisasi mutlak, tetapi relative.
Pada desentralisasi mutlak, seluruh wewenang/kekuasaan disebarkan pada struktur organisasi, sedangkan manajer puncak tidak mempunyai wewenang untuk memerintah bawahannya. Misalnya : 25% wewenang dipegang oleh manajer puncak dan 75% wewenang disebarkan ke seluruh struktur organisasi.
Ciri – ciri Desentralisasi :
1. Apabila semakin besar jumlah keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama, karena kekuasaan sebagian besra diserahkan kepada manajer madya/manajer lini pertama.
2. Bila makin penting keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama.
3. Bila semakin banyak fungsi yang terkena keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama. Misalnya : manajer produksi mengambil keputusan, maka bagian-bagian lain akan terkena oleh keputusan itu.
4. Bila semakin sedikit pengawasan atas keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama.

Kegiatan-kegiatan yang disentralisasi dan didesentralisasi.
1. Kegiatan produksi didesentralisasi
2. Kegiatan penjualan didesentralisasi
3. Kegiatan finance didesentralisasi
4. Kegiatan kepegawaian didesentralisasi
5. Kegiatan statistic dan data processing disentralisasi kecuali pengumpulan data
6. Kegiatan purchasing terutama mesin-mesin / equipment disentralisasi
7. Kegiatan pengangkutan dan logistic biasanya disentralisasi.

Beberapa alasan pokok mengapa para manajer tidak melakukan delegasi wewenang antara lain adalah :
1. Adanya kecenderungan pada manusia untuk ingin melaksanakan hal-hal tertentu secara pribadi.
2. Kurang menghayati peranan manajerial, apabila mereka di promosikan ke tingkat manajerial.
3. Perasaan takut diekspose. Delegasi dapat mengungkapkan banyak kelemahan manajerial, prosedur, metode-metode, yang kurang tepat terungkapkan.
4. Penerimaan teori bahwa orang tidak dapat diganti. Secara tidak sadar seorang manajer/ pemimpin mungkin merasa/ berperasaan bahwa ia adalah seorang yang tidak dapat diganti dalam lingkungan organisasi yang bersangkutan.
5. Keengganan untuk menaggung risiko. Untuk dapat melaksanakan delegasi wewenang dengan baik, perlu pihak yang melakukannya menaggung risiko bahwa seorang bawahan dapat membuat keputusan yang salah. Risiko demikian harus dihadapi apabila kita berkeinginan mendapatkan manajer-manajer yang berpengalaman.
6. Keinginan untuk mendominasi (berkuasa). Para manajer tertentu mempunyai keinginan yang kuat sekali untuk mempengaruhi pihak lain; mereka ingin menunjukkan kehebatan mereka dalam pertemuan-pertemuan organisasi/perusahaan.
7. Sikap atau pandangan bahwa pihak bawahan tidak mampu menggunakan wewenang dengan tepat.
Seorang manajer harus melakukan delegasi karena :
a. Seorang manajer menghadapi lebih banyak pekerjaan daripada apa yang normal dapat di laksanakan oleh satu orang.
b. Mendelegasi kekuasaan merupakan langkah penting untuk mengembangkan para bawahan.
c. Kelancaran organisasi di perlukan oleh suatu perusahaan, apabila para manajer berhalangan, tugas-tugasnya dapat di laksanakan orang lain.
d. Mendelegasi wewenang adalah anak kunci organisasi.

Menjadikan delegasi efektif
1.Menerangkan dengan jelas rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan,artinya seorang pegawai bawahan akan menyusun rencana-rencana menurut petunjuk atasannya. Atasan memberikan penuntun kea rah pemikiran dan rencana-rencana yang tersedia yang dapat mempengaruhi bidang pengambilan keputusan.
2. Perincikan tugas-tugas pekerjaan dan wewenang secara jelas.
3. Memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang ditugaskan, artinya penempatan orang pada tugas yang tepat.
4. Peliharalah garis-garis komunikasi yang terbuka.
5. Tetapkanlah alat-alat pengendalian yang sempurna.
6. Berikanlah ganjaran bagi delegasi yang efektif dan penggunaan wewenang yang sukses.
7. Adakanlah human relations yang baik, agar jurang sosial budaya di perkecil.

BAB III
3.1 KESIMPULAN
Delegation of authority adalah suatu proses dan juga kunci organisasi.
1. Manajer berhasil bila ia cakap melaksanakan delegasi.
2. Tanpa delegasi, organisasi dan kepemimpinan tidak berarti apa-apa.
3. Tanpa kesediaan menerima risiko delegasi tidak terlaksana.
4. Pembagian pekerjaan, sturktur organisasi yang baik akan memperlancar delegasi.

ISBD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Latar belakang dibuatnya makalah ini adalah agar kehidupan kita menjadi lebih baik dari dahulu. Dimana pada masa sekarang ini terlihat dengan nyata bahwa kehidupan kita banyak pekerjaan atau perbuatan yang terlaksana berdasarkan sekularisme, yang memisahkan agama dengan dunia.

1.2 Tinjauan
Pada masa sekarang ini, banyak Lahir para ilmuwan yag sekular serta perkembangnya teori-teori yang menentang doktrin doktrin agama, misalnya Teori Evolusi Darwin yang menyerang aqidah, Sigmun Freud yang menyerang akhlaq, Friendrich Nietzhe yang menganggap Tuhan telah mati, dan sebagainya.


1.3 Tujuan
Tujuan utama dibuatnya makalah ini adalah adalah untuk mengetahui tentang sekularisme, dimana sekularisme pada saat ini telah menyebar di Indonesia bahkan di seluruh dunia, yang tujuannya sekularisme ini antara lain, yaitu :
-Deideologisasi/Pedangkalan ideologi Islam
-Deislamisasi/Pedangkalan ajaran Islam
-Westernisasi/Pembaratan dunia Islam
-Sinkritisasi/Masuknya paham animisme, dinamisme dsb kedalam ajaran Islam.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian

1. Pengertian Sekulerisme
Sekuler berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki arti dengan dua knotasi waktu dan lokasi. Waktu menunjukkan pengertian sekarang atau kini dan lokasi menunjukkan pengertian dunia.

Pengertian umum istilah sekuler adalah pemisahan urusan dunia dan akhirat atau dapat diartikan hidup tanpa agama.

Sekulerisasi berarti : Upaya manusia untuk membatasi, memisahakan, memperkecil atau menghilangkan, membebaskan peran Tuhan dalam kehidupan manusia.


2. Pembagian Sekularisme
Dari segi sikapnya terhadap agama, sekularisme sesuai dengan kenyataan dan apa yang dinyatakan oleh para ahli, yaitu terbagi dua:
1. Sekularisme yang Netral/Moderat
2. Sekularisme yang agresif/Memusuhi agama

1. Sekularisme yang Netral/Moderat
Sekularisme yang moderat adalah sekularisme liberal yang dianut oleh negara-negara Eropa/Barat dan Amerika. Negara-negara yang disebut dengan “Alam Bebas”. Negara-negara yang menggembar-gemborkan kebebasan dan hak asasi manusia secara umum, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan manusia untuk komitmen terhadap.”
Menurut hemat penulis, yang namanya sekularisme itu tidak ada yang bersikap netral terhadap agama karena memisahkan agama dari arena kehidupan manusia bukanlah suatu kenetralan justru suatu sikap memusuhi agama. Sikap ini justru berpijak kepada tuduhan bahwa agama itu berbahaya, oleh karena itu harus disingkirkan. Pendidikan, pengajaran, kebudayaan, ilmu, undang-undang dan tradisi harus terpisah dari agama. Ini berarti tidak netral dan tidak disebut pasif.
Setiap pernyataan bahwa sekularisme bentuk ini lebih ringan ancamannya terhadap agama dibanding yang kedua, karena sekularisme jenis pertama ini tidak mendukung dan tidak memusuhi agama disampaikan begitu lantang dan tegas.
Pertanyaan seperti itu disampaikan begitu tegas mengandung makna bahwa setiap individu dapat menjalankan kewajiban agamanya yang bersifat pribdai dibawah kekuasaan sekularisme tersebut dan tetapnya masjid dan gereja serta tempat-tempat ibadah lainnya sebagai tempat ibadah mereka.

2. Sekularisme yang agresif Memusuhi Agama
Sekularisme jenis ini adalah sekularisme Marxis yang dianut oleh Uni Soviet dan Rusia yang atheis serta negara lain yang sepaham.
Sekularisme jenis ini sangat memusuhi agama dan berusaha untuk melenyapkannya termasuk membersihkannya dari dalam masjid atau gereja, karena agama bagi mereka adalah musuh yang bertentangan dengan pandangannya, oleh karena itu harus dikubur.
Sebagian sekularisme liberal dan yang menganggap dirinya penganut demokrasi meniru atau mengikuti sekularisme marxis dengan memerangi agama dan membunuh pandangan-pandangannya.

B. Penyebaran Sekularisme
Sekularisme pada saat ini telah tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia dan Aceh. Penyebaran sekularisme tentu tidak kita sadari, karena kita tidak mengetahuai dikarenakan kita tidak mempunyai ilmu Pengetahuan Agama.
Sekularisme pada saat ini telah menyebar di berbagai bidang kegiatan, diantaranya :
1. Bidang Politik :
- Pemisahan agama dan Negara
- Pemisahan struktur lembaga nagara dan Ulama
- Desaklarisasi politik
- Mengeliminir peran agama yang bersifat kemasyarakatan.

2. Bidang Ekonomi :
- Melembagakan secara besar-besaran sistem riba
- Menerapkan sistem pajak
- Menghapus sistem zakat.

3. Bidang Hukum
- Memisahkan lembaga Peradilan
- Membatasi peran peradilan agama
- Menjauhkan UU dengan Agama Islam

4. Bidang pendididkan :
- Kurikulum yang diktonmis
- Lembasga pendididkan yang juga diktonomis
- Sistem pendiddikan yang tidak integral
- Diterapkannya Co-education dalam proses belajar mengajat.
- Menerapkan sistem ajaran baru dan meninggalkan ajaran Agama Islam

5. Sosial Kemasyarakatan :
- Terpisahnya etika dan moral dengan sistem hokum
- Kebebasan individu tanpa batas
- Terpisahnya anara ubudiah dan Muamalah
- Kebebasan berfikir tanpa kendali

Penyebaran sekularisme bisa terjadi melalui perantara media masa, koran, surat kabar, televise, internet, majalah, dan sebagainya. Apabila kita tidak mempunyai ilmu tentang islam, maka terpengaruhlah untuk mengikuti dan melakukan perbuatan yang sekularisme.

C. Contoh Kasus Sekularisme
1. Kondisi pendidikan kita
Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru. Yang katanya lebih bagus, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan atau apapun. Yang jelas, Menteri Pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Dan tanpa disadari kurikulum yang baru tersebut bersifat sekularisme, karena semata-mata memisahkan agama dengan islam.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekular-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai islam pada semua proses pendidikan. Pendidikan materialistik memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non-materi. Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Hukum syara’ islam dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap danperbuatan.
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja.

2. Kondisi Ekonomi Di Indonesia
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi juga merupakan anak kandung sekularisme. Prinsip-prinsip yang diajarkannya seperti kebebasan individu, persaingan bebas, mekanisme pasar, dan sebagainya ternyata telah menghancurkan dunia. Kalaupun ada yang untung, itu hanya dinikmati oleh mereka yang kuat. Sedangkan mayoritas manusia yang lemah, harus rela menderita dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan penderitaan akibat kapitalisme. Hal ini bisa dibuktikan, baik di Indonesia, AS maupun di belahan bumi lainnya.

3. Kondisi UU atau Hukum di Indonesia
Sebagaimana yang telah kita ketahui dan nyata di tanah air kita ini, terlihat dengan jelas bahwa hukum atau Undang-Undang di Indonesia tidak berdasarkan agama islam lagi, bahkan hampir seluruhnya hukum di Indonesia bersekularisme dan membatasi hukum yang berdasarkan Kitab Suci Alquran.
Sesungguhnya semua persoalan yang saat ini tengah dihadapi oleh dunia islam, termasuk Indonesia, berpangkal pada tidak diterapanya hukum syariat islam secara kaffah. Dengan kata lain tidak adanya penerapan sistem islam di tengah-tengah masyarakat. Masalah utama ini kemudian memicu terjadinya berbagai persoalan turunan seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, kerusakan moral, kedzaliman, ketidakadilan, disintegrasi, dan penjajahan dalam segala bentuknya, baik penjajahan militer langsung seperti Irak, Palestina dan Afganistan ataupun penjajahan ekonomi dan politik. Kita semua berharap semoga syariat islam kaffah akan segera kembali untuk merubah semua permasalahan diatas. Mari kita bersama-sama bersatu, berjuang, tegakkan Kebenaran.



























BAB III
PENUTUP


1. Kesimpulan

• Sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum.
• Dengan kata lain: Sekularisme ialah memisahkan Allah Ta’ala dari hukum dan undang undang mahluk-Nya. Allah tidak boleh ikut mengatur mereka seakan-akan tuhan mereka adalah diri mereka sendiri, berbuat sesukanya dan membuat hukum sesuai seleranya.
• Dengan demikian, sekularisme sangat berlawanan dengan syariat Islam, karena Islam punya tugas mengeluarkan manusia dari kepungan hawa nafsunya menuju tuntunan Ilahi.

• Allah Azza wa Jalla berfirman, Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al Jaatsiyah, 45 : 18).Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al Qashash 28: 50).
• Pertentangan dan kontradiksi ini semakin jelas bahwa syari’at Islam merupakan manhaj yang syamil (komprehensif) yang mencakup seluruh aspek khidupan manusia, baik individu, masyarakat, ruhani, jasmani, agama, politik, kebudayaan, ekonomi, regional dan internasional.
• Syariat Islam sebagaimana dituturkan oleh para ahli fiqih merupakan hakim pemutus untuk seluruh perbuatan dan tindak-tanduk manusia. Sekularisme pun tiada bedanya, ia ingin mengatur seluruh kehidupan manusia dengan pandangannya yang putus dengan langit, sehingga harus melawan agama.


2. Penutup
Pada zaman sekarang ini, telah kita ketahui bahwa sekularisme disebar dan menyebar kemana-mana sehingga tanpa kita sadari penyebarannya sudah mencakup seluruh dunia tanpa terkecuali. Jadi, tanpa berilmu pengetahuan agama kita akan terpengaruhi dan mengikutinya. Maka oleh karena itu, janganlah membedakan atau memisahkan agama dengan dunia, karena itu sekularisme. Dan sebaiknya mengutamakan agama dengan dunia di segala bidang.
Dengan demikian, marilah kita semua meninggalkan dan menjauhi perbuatan yang bersifat sekularisme. Moga-moga Allah S.W.T selalu melindungi dan menjaga kita dari perbuatan yang tersesat.
AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG


Komponen harga jual yang menguntungkan :
• Harga pokok barang yang dijual
• Biaya operasi perusahaan (spt : biaya sewa, gaji pegawai, biaya asuransi dsb)
• Laba bersih yang diinginkan perusahaan

Komponen Harga Pokok Penjualan :
• Persediaan Awal
• Harga pokok pembelian
• Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual
• Persediaan akhir

Rekening-rekening dalam perusahaan dagang
• Penjualan
• Retur dan potongan penjualan
• Potongan tunai penjualan
• Pembelian
• Retur dan potongan pembelian
• Potongan tunai pembelian
• Biaya angkut pembelian
• Persediaan barang dagangan


Contoh Kasus :
PD SEKALI
Neraca Saldo
30 Nopember 1998
Kas 114.000
Piutang dagang 56.000
Persediaan barang dagangan 200.000
Asuransi dibayar dimuka 36.000
Tanah 3.000.000
Gedung 6.000.000
Akumulasi Depresiasi Gedung 2.000.000
Utang Dagang 40.000
Modal, Adi 7.366.000
9.406.000 9.406.000


Transaksi yang terjadi selama bulan Desember 1998 adalah sbb :
1 Des. Biaya pemasangan iklan bulan Desember 1998 Rp. 16.000
2 Des. Penjualan tunai barang dagangan kepada Fa. Mustika Rp. 575.000
4 Des. Pembelian barang dagangan secara kredit pada PT. Mulia Rp. 275.000 dng syarat 2/10, n/30
6 Des. Dibayar biaya angkut pembelian dari PT. Mulia Rp. 25.000
10 Des. Pembelian barang dagangan tunai Rp. 50.000
12 Des. Dari pembelian tgl 4 Des. dikembalikan barang seharga Rp. 30.000 krn rusak
14 Des. Dibayar utang kepada PT. Mulia (pembelian tgl. 4 Des)
17 Des. Dijual barang dagangan secara kredit pd CV. Medina Rp. 350.000 - 2/10,n/30
19 Des. Biaya sewa kantor bulan Desember 1998 Rp. 20.000
21 Des. Diterima kembali brg dagangan yang dijual tgl 17 Des. seharga Rp. 40.000 karena rusak
27 Des. Diterima pembayaran CV. Medina atas pembelian tgl. 17 Des.
30 Des. Gaji pegawai bulan Desember 1998 Rp. 180.000
30 Des. Adi mengambil uang Rp. 10.000 untuk keperluan pribadi
31 Des. Dibayar utang kepada CV. Madani Rp. 25.000 atas pembelian bulan lalu tanpa syarat potongan

Jurnal transaksi bulan Desember 1998 adalah sbb :

1 Des. Biaya Advertensi Rp. 16.000
Kas Rp. 16.000
(pembay. Biaya advertensi)

2 Des. Kas Rp. 575.000
Penjualan Rp. 575.000
(penjualan brg. dagangan)

4 Des. Pembelian Rp. 275.000
Utang dagang Rp. 275.000
(pembelian brg. Secara kredit)

6 Des. Biaya angkut Rp. 25.000
Kas Rp. 25.000
(pembay. Biaya angkut)

10 Des. Pembelian Rp. 50.000
Kas Rp. 50.000
(pembel. tunai brg. dagangan)

12 Des. Utang Dagang Rp. 30.000
Retur & potongan Rp. 30.000
(pengembalian brg. dagangan)

12 Des. Utang Dagang Rp. 245.000
Kas Rp. 240.100
Potongan tunai Rp. 4.900
(pembay. Utang pembelian)

17 Des. Piutang dagang Rp. 350.000
Penjualan Rp. 350.000
(penjualan brg. dagangan)

19 Des. Biaya sewa Rp. 20.000
Kas Rp. 20.000
(pembay. Biaya sewa)

21 Des. Retur & Pot. penjualanRp. 40.000
Piutang dagang Rp. 40.000
(retur penjualan)

27 Des. Kas Rp. 303.800
Potongan tunai penj. Rp. 6.200
Piutang Dagang Rp. 310.000
(penerimaan piutang)

30 Des. Biaya gaji Rp. 180.000
Kas Rp. 180.000
(pembay. Biaya gaji pegawai)

31 Des. Prive, Adi Rp. 10.000
Kas Rp. 10.000
(pengambilan prive oleh Adi)

31 Des. Utang Dagang Rp. 25.000
Kas Rp. 25.000
(pembay. utang)

Informasi penyesuaian pada 31 Desember 1998 adalah sebagai berikut :
• Persediaan barang dagangan per 31 Des 1998 adalah Rp. 50.000
• Asuransi dibayar dimuka Rp. 12.000
• Biaya Advertensi dibayar dimuka Rp. 6.000
• Gaji pegawai yang masih harus dibayar Rp. 9.000
• Biaya sewa yang masih harus dibayar Rp. 4.000
• Biaya depresiasi gedung adalah 10% setahun (disusut setiap bulan)

Jurnal penyusutan :
a. HPP
31 Des. HPP Rp. 200.000
Persediaan Rp. 200.000

31 Des. HPP Rp. 325.000
Pembelian Rp. 325.000



31 Des. HPP Rp. 25.000
Bi. Angkut Rp. 25.000

31 Des. Retur & pot. pembelianRp. 30.000
HPP Rp. 30.000

31 Des. Potongan tunai Rp. 4.900
HPP Rp. 4.900

31 Des. Persediaan barang Rp. 50.000
HPP Rp. 50.000

b. Biaya Asuransi
31 Des. Biaya Asuransi Rp. 24.000
Ass. Dibyr dimuka Rp. 24.000

c. Biaya Advertensi
31 Des. Advertensi dibyr dimukaRp. 6.000
Bi. Advertensi Rp. 6.000

d. Biaya Gaji
31 Des. Gaji Pegawai Rp. 9.000
Utang gaji Rp. 9.000

e. Biaya Sewa
31 Des. Biaya Sewa Rp. 4.000
Utang sewa Rp. 4.000

f. Biaya Depresiasi
31 Des. Depresiasi gedung Rp. 50.000
Ak. Depr. Gedung Rp. 50.000

Tugas (untuk dicoba dirumah !)
Atas dasar informasi diatas, maka buatlah :
• Worksheet laporan keuangan
• Laporan keuangan periode yang berakhir 31 Desember 1998
pendelegasian wewenang manajemen

Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dia sendiri.

Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.

Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang.

Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka kehilangan wewenang, padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada pada sang atasan.

Berikut beberapa tips bagaimana mengusahakan agar para atasan mau mendelegasikan wewenang:

1. Ciptakan budaya kerja yang membuat orang bebas dari perasaan takut gagal/salah.

Keengganan seorang atasan untuk mendelegasikan wewenang biasanya dikarenakan mereka takut kalau-kalau tugas mereka gagal dikerjakan dengan baik oleh orang lain. Ini perlu diatasi dengan mendorong mereka untuk berani menanggung resiko. Hanya dengan berani menanggung resikolah perusahaan akan mendapatkan manajer-manajer yang handal dan berpengalaman. Ciptakan budaya bahwa pendelegasian wewenang adalah upaya agar manajer anda menjadi semakin matang. Pendelegasian wewenang bukan sebuah hukuman yang mengurangi kekuasaan manajer, namun membuka kesempatan bagi pengembangan diri mereka dan bawahan.

2. Jadikan pendelegasian wewenang sebagai bagian dari proses perbaikan.

Salah satu efek pendelegasian wewenang adalah pengungkapan kelemahankelemahan dalam suatu pekerjaan. Tentu akan sangat tidak mengenakkan bagi seorang manajer bila kelemahan kerja mereka diketahui. Karenanya, yakinkan bahwa pendelegasian wewenang sama sekali bukan untuk menghukum mereka, namun sebagai bagian dari proses perbaikan kerja secara keseluruhan. Mungkin juga sebuah pendelegasian tidak memperbaiki apa-apa, namun setidaknya mendorong manajer anda untuk berpikir untuk memperbaiki dirinya sendiri.

3. Dorong agar manajer anda merasa pasti dan aman.

Seringkali ada keinginan pada seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan itu sendiri. Mereka ingin merasakan kepuasan pribadi bila mengerjakannya sendiri. Biasanya mereka memiliki kemampuan yang memadai namun tidak merasa pasti akan pekerjaannya. Untuk itulah anda perlu menunjukkan bahwa pekerjaan yang dihasilkan sebuah tim tidak mengurangi mutu kerja yang diinginkannya. Tunjukkan keyakinan anda bahwa ia tetap melakukan sesuatu yang baik meski melalui tangan orang lain. Pastikan pula bahwa anda tidak sedang menarik wewenang itu darinya, justru kini ia menempati suatu posisi baru yang membuatnya bisa melihat cakrawala pekerjaan lebih luas.

4. Didiklah manajer anda untuk tetap bisa mengendalikan pekerjaannya dengan baik.

Manajer yang belum tahu bagaimana mengendalikan pekerjaan yang didelegasikan tidak akan bisa mendelegasikan wewenang. Oleh karena itu anda harus mengajari mereka bagaimana mereka bisa tetap mengendalikan pekerjaan yang didelegasikan itu dengan baik. Ini yang dinamakan tanggung jawab. Ajari bagaimana manajer anda meminta laporan secara periodik dari bawahannya, atau mengadakan pertemuan untuk membahas pencapaian tujuan dan sasaran pekerjaan. Tanpa bekal ini, tak seorang manajer mau mendelegasikan wewenang,kecuali ia seorang pemalas.

5. Tentukan mana yang bisa didelegasikan dan mana yang harus dikerjakan sendiri.

Tidak semua pekerjaan bisa didelegasikan begitu saja. Bila semua pekerjaan dan tanggung jawab habis didelegasikan, maka seseorang tak perlu melakukan apa-apa. Tentukan dengan jelas mana-mana yang anda ingin ia mengerjakannya sendiri, sesuai dengan kualifikasi dan tanggung jawab langsungnya, mana yang bisa didelegasikan pada orang lain. Dengan demikian anda memberikan kepastian pada manajer itu untuk mengetahui apa-apa yang anda inginkan darinya.

6. Pilihlah penerima delegasi dengan cermat dan baik.

Keengganan manajer melakukan delegasi karena mereka takut wewenang itu akan disalahgunakan oleh bawahannya. Atau, bawahannya tidak akan mampu melakukan sebaik yang ia lakukan. Oleh karena itu pilihlah secara cermat dan bijak bawahan yang pantas menerima delegasi. Jangan pilih sembarang orang. Konsekuensi pendelegasian wewenang adalah upaya untuk mengembangkan bawahan. Ini termasuk menuntut bawahan untuk benar-benar bertanggung jawab atas wewenang yang diberikannya.

7. Kembangkan para bawahan agar mampu melakukan pekerjaan dengan baik.

Bila sebuah wewenang telah didelegasikan, maka anda, selaku pimpinan perusahaan, harus mengupayakan agar manajer yang menjadi bawahan anda berhasil mengendalikan pekerjaannya, sekaligus mengembangkan staff bawahan agar berhasil mengerjakan pekerjaan yang didelegasikan padanya. Kedua belah pihak memerlukan bantuan anda. Mengembangkan bawahan bertujuan agar bawahan bisa bekerja dengan baik, sekaligus agar manejer pemberi delegasi tetap bisa mempertanggungjawabkan pendelegasian itu dengan baik.

8. Ciptakan budaya kerja tim.

Dalam organisasi, selalu ada saja orang-orang yang ingin mendominasi. Mereka ingin mengumpulkan wewenang sebanyak-banyaknya. Atau sebaliknya ada saja orang-orang yang menghindari masalah dan menolak setiap tanggung jawab. Tugas anda sebagai pimpinan perusahaan adalah menunjukkan tujuan yang jelas bagi semua pihak sehingga terciptakan sebuah budaya kerja tim. Tidak ada pengakuan kerja hanya pada pribadi-pribadi tertentu, melainkan pada upaya-upaya kelompok. Tidak ada orang yang tidak bisa digantikan, melainkan sebuah tim pemenang.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PENDELEGASIAN WEWENANG”.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan teman-teman. Amin…

Depok, 20 Februari 2010

BAB I

1.1 PENDAHULUAN
Pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang vital dalam organisasi kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah konsekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dia sendiri.
Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi, terutama di saat terjadi perubahan susunan manajemen.
Yang penting disadari adalah di saat kita mendelegasikan wewenang kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya tidak kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang. Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, mereka kehilangan wewenang, padahal tidak, karena tanggung jawab tetap berada pada sang atasan

1.2 TUJUAN
Pendelegasian wewenang merupakan proses pembagian kerja,pengelompokan tugas seorang manajer sedemikian rupa, sehingga akhirnya manajer hanya mengerjakan bagian pekerjaan yang tidak dapat diserahkan kepada para bawahannya, berhubung posisinya dalam organisasi. Dengan pendelegasian ini, maka bawahan akan mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas – tugasnya.
Wewenang merupakan alat untuk bertindak, sedangkan delegasi wewenang ( delegation of authority ) merupakan kunci dinamika organisasi. Koontz mengatakan : delegation of authority is the key of organization.

1.3 PERMASALAHAN
Seorang pemimpin dikatakan efektif jika ia dapat melaksanakan pendelegasian itu secara tepat. Tanpa adanya pendelegasian ini, organisasi tidak maju atau tidak bergerak, karena tidak adanya kegiatan yang dilakukan oleh para pegawai dalam perusahaan yang diarahkan kepada tercapainya tujuan perusahaan.

BAB II

2.1 ISI
Para ahli memberikan definisinya secara berbeda, tetapi inti dan maknanya sama.
1. Pendelegasian wewenang adalah memberikan wewenang kepada seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas atas nama delegator.
2. Ralph C. Davis mendefisinikannya, delegation of authority is merely the phase of the process in which authority of assigned functions is released to positions to be exercise by their incumbent. Pendelegasian wewenang hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggungjawaban.
3. HAROLD KOONTZ AND CYRIL O’DONNEL mendefinisikannya, All delegation of authority are subject to recovery by the granter. It is a characteristicof authority that the original possessor does not permanently dispose himself of this power by delegating it. Artinya, semua pendelegasian wewenang merupakan pokok yang didapat kembali oleh pemberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat wewenang, si pemilik wewenang (pemimpin) tidak selamanya menyelesaikannya sendiri kekuasaan ini dengan menyerahkan wewenang itu.
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari definisi-definisi di atas adalah :
1. Pendelegasian wewenang adalah pemberian wewenang oleh seorang pemimpin kepada bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
2. Pendelegasian wewenang dapat memperluas ruang gerak seorang manajer.
3. Pendelegasian wewenang adalah suatu proses yang bertahap, yang juga merupakan jalinan hubungan antara fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi. Dengan demikian maka proses Pendelegasian wewenang itu merupakan hubungan atasan dengan bawahan, merupakan mata rantai yang terus-menerus bersambung.
Seseorang pemimpin baru dapat melakukan kegiatan atau memerintah setelah ia memperoleh wewenang. Bawahan tidak akan melakukan kegiatan dalam perusahaan, jika tidak ada perintah dari atasan, sehingga tidak ada kegiatan dalam perusahaan atau perusahaan tidak dapat merealisasi tujuannya. Delegation of authority sulit untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara tepat, karena dalam Delegation of authority ini terdapat sifat“ Du Characteristic”.
Du Characteristic, artinya pihak bawahan menerima wewenang dari atasan tetapi pada saat yang sama atasan yang bersangkutan tetapi memiliki wewenang tersebut. Pemimpin (delegator) tidak hilang haknya terhadap wewenang yang telah didelegasikan itu.
Contoh : Mustika Fitrigustina Dewi (delegator) memiliki wewenang sebesar X + Y, kemudian mendelegasikan wewenangnya sebesar Y kepada Fitriawan Nur. Karena “Du Characteristic”, wewenang Mustika masih tetap sebesar (X+Y), walaupun ia telah mendelegasikan pada Fitriawan sebesar Y.
Hal ini perlu disadari oleh penerima wewenang (deleget) atau bawahan bahwa wewenang yang diterimanya itu bukanlah merupakan hak mutlak yang dimilikinya sendiri,karena delegator (pemberi) pada saat yang sama tetap juga memiliki wewenang yang didelegasikan tadi. Wewenang tadi tetap memiliki bersama oleh deleget dan delegator.
Di samping itu, manajer sewaktu-waktu dapat menarik kembali wewenang yang didelegasikannya tadi dari deleget/bawahan, karena itu deleget di tuntut agar memanfaatkan wewenang tadi sebaik-baiknya, sesuai dengan batas-batas dan ketentuan yang telah digariskan.
Penerima wewenang harus mempertanggungjawabkan semua tugas-tugasnya kepada pihak pemberi wewenang dengan sebaik-baiknya. Manajer walaupun tetap memiliki wewenang yang telah didelegasikan kepada bawahan, hendaknya di berikan kebebasan kesempatan pada bawahan untuk mengambil keputusan-keputusan demi lancarnya pelaksanaan tugas-tugas yang di bebankan itu. Manajer hanya mengendalikan, agar wewenang tadi jangan di salah gunakan. Karena jika manajer terlalu sering mencampuri urusan-urusan yang telah didelegasikan, akibatnya akan terjadi ketegangan-ketegangan dan hubungan-hubungan menjadi kurang serasi dan roda perusahaan tidak berjalan, sebab manusia mempunyai harga diri dan sebagainya. Tetapi jika terjadi kesalahan-kesalahan, penyimpangan-penyimpangan, overlapping, hendaknya manajer memberikan bimbingan, teguran dan kalau perlu menarik kembali wewenang tadi.
Apakah yang dapat didelegasikan seorang pemimpin kepada hanya dapat mendelegasikan wewenang, sedangkan tanggung jawab tidak dapat didelegasikan kepada bawahan. Pemimpin atau delegator tetap harus bertanggung jawab terhadap wewenang yang didelegasikannya; walaupun setiap deleget yang telah menerima wewenang, harus mempertanggungjawabkannya kepada delegator, penanggung jawab terakhir tetap berada di tangan delegator.
Wewenang yang dapat didelegasikan seorang pemimpin, hanyalah wewenang resmi (formal authority) saja, sedangkan wewenang pribadi (personal authority, wibawa pemimpin) tidak dapat didelegasikan kepada bawahannya.

ASAS PENDELEGASIAN WEWENANG
Dalam pendelegasian wewenang perlu di perhatikan beberapa asas dasar, antara lain :
1. Asas delegasi atas hasil yang diharapkan ;
2. Asas penentuan fungsi atau kejelasan tugas ;
3. Asas rantai berkala ;
4. Asas tingkat wewenang ;
5. Asas kesatuan komando ;
6. Asas keseimbangan wewenang dan tanggung jawab ;
7. Asas pembagian kerja ;
8. Asas efisiensi
SENI PENDELEGASIAN WEWENANG
Selain asas-asas di atas yang perlu diperhatikan adalah THE ART OF DELEGATION atau SENI MENDELEGASI. The art of delegation didasarkan pada PERSONAL ATTITUDE, yaitu sikap pribadi manajer yang melakukan Pendelegasian wewenang itu.
Personal attitude yang harus dimiliki oleh manajer adalah :
1. Personal Receptiveness
2. Willingness to let go
3. Willingness to let other make mistake
4. Willingness to trust subordinate
5. Willingness to establish and use broad control

SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI
Kesimpulan yang dapat kita tarik ialah “CENTRALIZATION MUTLAK atau DECENTRALIZATION SECARA MUTLAK” dalam manajemen tidak dapat dilakukan, karena itu berarti manajemen telah rusak. Jadi, pengertian Centralization dan Decentralization authority adalah sebagai berikut :
Centralization
Sentralisasi berarti sebagian besar wewenang/kekuasaan masih tetap dipegang oleh manajer puncak (top manajer). Hanya sebagian kecil saja disebarkan ke seluruh struktur organisasi. Misalnya: 75% wewenang tetap dipegang oleh manajer puncak, 25% wewenang disebarkan ke seluruh struktur organisasi.
Sentralisasi di sini bukan sentralisasi mutlak, tetapi relative. Sentralisasi mutlak berarti seluruh wewenang (100%) tetap dipegang oleh manajer puncak. Tidak ada pendelegasian wewenang.
Desentralization
Desentralisasi wewenang berarti sebagian kecil wewenang/kekuasaan dipegang oleh manajer puncak, sedang sebagian besar kekuasaan menyebar pada seluruh struktur organisasi. Desentralisasi di sini pun bukan desentralisasi mutlak, tetapi relative.
Pada desentralisasi mutlak, seluruh wewenang/kekuasaan disebarkan pada struktur organisasi, sedangkan manajer puncak tidak mempunyai wewenang untuk memerintah bawahannya. Misalnya : 25% wewenang dipegang oleh manajer puncak dan 75% wewenang disebarkan ke seluruh struktur organisasi.
Ciri – ciri Desentralisasi :
1. Apabila semakin besar jumlah keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama, karena kekuasaan sebagian besra diserahkan kepada manajer madya/manajer lini pertama.
2. Bila makin penting keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama.
3. Bila semakin banyak fungsi yang terkena keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama. Misalnya : manajer produksi mengambil keputusan, maka bagian-bagian lain akan terkena oleh keputusan itu.
4. Bila semakin sedikit pengawasan atas keputusan yang di ambil oleh manajer madya/manajer lini pertama.
Faktor-faktor yang menentukan tingkat delegasi wewenang, apakah sentralisasi atau desentralisasi, adalah :
1. Costliness of decession atau mahalnya keputusan
2. Uniformity of policies atau keseragaman kebijaksanaan
3. Business dynamics atau kemajuan perusahaan
4. History of business atau sejarah perusahaan
5. Desire for independence atau keinginan untuk bebas
6. Availability of managers
7. Control technique atau teknik pengendalia
8. Environmental influences atau pengaruh lingkungan

Kegiatan-kegiatan yang disentralisasi dan didesentralisasi.
1. Kegiatan produksi didesentralisasi
2. Kegiatan penjualan didesentralisasi
3. Kegiatan finance didesentralisasi
4. Kegiatan kepegawaian didesentralisasi
5. Kegiatan statistic dan data processing disentralisasi kecuali pengumpulan data
6. Kegiatan purchasing terutama mesin-mesin / equipment disentralisasi
7. Kegiatan pengangkutan dan logistic biasanya disentralisasi.

Beberapa alasan pokok mengapa para manajer tidak melakukan delegasi wewenang antara lain adalah :
1. Adanya kecenderungan pada manusia untuk ingin melaksanakan hal-hal tertentu secara pribadi.
2. Kurang menghayati peranan manajerial, apabila mereka di promosikan ke tingkat manajerial.
3. Perasaan takut diekspose. Delegasi dapat mengungkapkan banyak kelemahan manajerial, prosedur, metode-metode, yang kurang tepat terungkapkan.
4. Penerimaan teori bahwa orang tidak dapat diganti. Secara tidak sadar seorang manajer/ pemimpin mungkin merasa/ berperasaan bahwa ia adalah seorang yang tidak dapat diganti dalam lingkungan organisasi yang bersangkutan.
5. Keengganan untuk menaggung risiko. Untuk dapat melaksanakan delegasi wewenang dengan baik, perlu pihak yang melakukannya menaggung risiko bahwa seorang bawahan dapat membuat keputusan yang salah. Risiko demikian harus dihadapi apabila kita berkeinginan mendapatkan manajer-manajer yang berpengalaman.
6. Keinginan untuk mendominasi (berkuasa). Para manajer tertentu mempunyai keinginan yang kuat sekali untuk mempengaruhi pihak lain; mereka ingin menunjukkan kehebatan mereka dalam pertemuan-pertemuan organisasi/perusahaan.
7. Sikap atau pandangan bahwa pihak bawahan tidak mampu menggunakan wewenang dengan tepat.
Seorang manajer harus melakukan delegasi karena :
a. Seorang manajer menghadapi lebih banyak pekerjaan daripada apa yang normal dapat di laksanakan oleh satu orang.
b. Mendelegasi kekuasaan merupakan langkah penting untuk mengembangkan para bawahan.
c. Kelancaran organisasi di perlukan oleh suatu perusahaan, apabila para manajer berhalangan, tugas-tugasnya dapat di laksanakan orang lain.
d. Mendelegasi wewenang adalah anak kunci organisasi.

Menjadikan delegasi efektif
1. Menerangkan dengan jelas rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan,artinya seorang pegawai bawahan akan menyusun rencana-rencana menurut petunjuk atasannya. Atasan memberikan penuntun kea rah pemikiran dan rencana-rencana yang tersedia yang dapat mempengaruhi bidang pengambilan keputusan.
2. Perincikan tugas-tugas pekerjaan dan wewenang secara jelas.
3. Memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang ditugaskan, artinya penempatan orang pada tugas yang tepat.
4. Peliharalah garis-garis komunikasi yang terbuka.
5. Tetapkanlah alat-alat pengendalian yang sempurna.
6. Berikanlah ganjaran bagi delegasi yang efektif dan penggunaan wewenang yang sukses.
7. Adakanlah human relations yang baik, agar jurang sosial budaya di perkecil.

BAB III
3.1 KESIMPULAN
Delegation of authority adalah suatu proses dan juga kunci organisasi.
1. Manajer berhasil bila ia cakap melaksanakan delegasi.
2. Tanpa delegasi, organisasi dan kepemimpinan tidak berarti apa-apa.
3. Tanpa kesediaan menerima risiko delegasi tidak terlaksana.
4. Pembagian pekerjaan, sturktur organisasi yang baik akan memperlancar delegasi.

Pemgertian

Delegasi adalah salah satu kemampuan manajerial yang paling penting. Namun, pada praktiknya delegasi juga merupakan masalah yang paling sering dikeluhkan oleh para manajer.

Sering para manajer terjebak dalam pekerjaan rutin, sehingga lupa fungsi utama mereka, yakni membuat perencanaan, koordinasi, menganalisis, memotivasi dan lain-lain. Tak jarang juga para manajer malas melakukan delegasi dengan berbagai alasan. Padahal, akan lebih banyak yang bisa mereka lakukan seandainya mereka mendelegasikan sebagian pekerjaan yang sudah bisa didelegasikan kepada anggota tim.

Delegasi juga penting dalam perencanaan suksesi, pengembangan pribadi --juga dalam mencari dan mengusulkan promosi jabatan. Melalui delegasilah seseorang berkembang dalam suatu pekerjaan --delegasi membuat kita bisa menambah pengalaman baru untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar.

Sebelum Anda bisa melakukan delegasi dengan efektif, maka hilangkan terlebih dahulu asumsi berikut ini:

oSaya sendiri bisa melakukannya dengan lebih baik.

oSaya tidak tahu apakah saya bisa mempercayai dia untuk melakukan itu.

oDia tidak cukup baik untuk melakukan ini.

oDia tidak mau diberi tanggung jawab tambahan.

oSaya tidak punya waktu untuk menunjukkan cara melakukan ini.

oTidak ada staf yang bisa saya tugaskan untuk pekerjaan ini.

oDia sudah cukup sibuk dengan pekerjaannya.

oSaya tidak ingin menyerahkan tugas ini karena saya suka melakukannya.

oSaya satu-satunya orang yang tahu bagaimana melakukan ini.

oDia gagal melakukannya sebelum ini, jadi saya tidak akan memberi dia tugas apa-apa lagi.

Setelah semua asumsi di atas dapat Anda hilangkan, maka delegasikanlah pekerjaan yang bisa didelegasikan. Delegasi yang efektif diperlukan di mana pun dan siapa pun Anda, mulai dari menyuruh anak Anda membersihkan halaman sampai meminta manajer keuangan Anda mempersiapkan laporan tahunan.

Delegasi yang efektif berarti terbaginya beban kerja, dengan bonus tambahan mengembangkan kemampuan dan tanggung jawab kepada yang lain. Anda bisa memaksimalkan pembelajaran dengan menyisihkan waktu untuk merefleksikan pekerjaan begitu pekerjaan tersebut selesai --apa yang berhasil, apa yang gagal, dan apa yang dilakukan selanjutnya? Anda juga bisa mendapatkan masukan mengenai kemampuan delegasi Anda.

Konsultan dan trainer asal Singapura James Gwee, yang banyak berbicara dalam seminar dan memberikan training di Indonesia berpendapat, masalah utama dalam delegasi adalah para manajer sering terlalu detil. Dia memberikan tips agar dalam melakukan delegasi, cukup sebutkan hasil yang Anda inginkan. Tidak perlu menjelaskan panjang lebar mengenai apa saja yang harus dilakukan. Biarlah karyawan sendiri yang menentukan langkah-langkah konkret. Yang penting, mereka sudah tahu hasil seperti apa yang harus mereka capai. Cara seperti itu akan merangsang kreativitas karyawan yang bersangkutan. Lebih dari itu, jika berhasil, mereka akan merasa sangat bangga dan sukses karena dapat mencapai target atau tujuan dengan langkah yang mereka susun sendiri.

Sebaliknya, jika Anda terlalu detail dalam menjelaskan setiap hal yang harus mereka lakukan, jika berhasil, mereka akan merasa “biasa-biasa saja” karena merasa bahwa hal itu adalah kesuksesan Anda, jadi tidak ada sense of achievement pada mereka. Repotnya, kalau mereka gagal, mereka akan langsung angkat tangan, bahkan menyalahkan Anda. Karena bagi mereka, kegagalan tersebut akibat dari langkah-langkah yang Anda arahkan.

Menarik juga menyimak pendapat Chairman DHL Indonesia Rudi J Pesik, yang dikemukakan dalam seminar ”Ideas From Giants” beberapa bulan yang lalu. Rudi mengungkapkan, selalu saja dalam melakukan delegasi, dia tidak pernah puas dengan apa yang dilakukan bawahannya. Tapi, biar bagaimana pun, dia harus melakukan delegasi agar dia dapat melakukan pekerjaan lain. Rudi juga menganggap, karyawan tidak akan melakukan sebaik yang dia lakukan. Karena itu, dia mempunyai kriteria, apabila karyawan sudah melakukan 70% saja sebaik dirinya, itu sudah bagus. Daripada dia memusingkan 30% kekurangan itu, lebih baik dia mencari tantangan-tantangan baru sehingga dirinya dan perusahaan lebih berkembang.
GHAZWUL FIKRI (Perang Pemikiran)

Masuk Kategori: HOT NEWS, Khutbah Jumat & Pengajian, Ensiklopedia Islam, Hikmah

Banyak orang Islam yang mengambil teori2 orang non Islam untuk mengatasi stres, padahal Islam sudah memberikan solusi TERBAIK untuk menghindari dan ‘mengatasi’ (me-manage) stres. Ditengarai, kurangnya pemahaman ttg Islam, yg mengakibatkan mereka mengambil cara non Islam untuk mengatasi masalah yg mereka hadapi.

Ada yg mendefinisikan GF = sebuah gerakan yg dilakukan oleh kaum kuffar (orang kafir, orang di luar Islam) sebagai upaya untuk menyerang Islam dengan menghancurkan pikiran umat. Tindakan-tindakan yg dilakukan berupa:
- Tasywih = memalsukan ajaran Islam
- Tadhlil = menyesatkan umat Islam
- Tasykik = menebarkan keraguan terhadap ajaran Islam
Ketiga tindakan ini dilakukan tidak lain untuk memadamkan cahaya agama Islam.

Beberapa tindakan nyata yg telah mereka lakukan dan propagandakan:
- Tidak mau menerapkan syariat (hukum) Islam, dg berbagai alasan. Semestinya mereka membaca dulu apa itu syariat Islam.
- Al Qur’an = kitab porno
- Jilbab = budaya Arab

Jika kita perhatikan, kemunduran umat Islam terjadi karena faktor-faktor berikut:
- Pertentangan politik. Gontok2an sesama pemimpin Islam mengakibatkan politik diambil alih/dikuasai oleh non Islam. Ujung2nya, umat Islam menderita (lagi).
- Pertentangan mazhab akibat fanatisme (berlebihan), kebodohan (pengikut) dan hawa nafsu (pemimpin2nya).
- Pengaruh agama2 terdahulu. Sebagai contoh, umat Islam di Indonesia begitu kental ‘warnanya’ (dalam cara beribadah) akibat pengaruh Hindu.
- Serangan asing (non muslim), berupa gerakan militer dan perlawanan pemikiran.

GF dilakukan oleh orang2 kafir dengan tujuan:
- menghambat kemajuan umat Islam. Umat Islam cukup jadi pengekor barat…jangan sampai jadi pemimpin (dunia).
- menjauhkan umat Islam dari Al Qur’an dan As Sunnah.
- mengeluarkan umat Islam dari ajaran Islam (yg telah dipelajarinya).
- (upaya terakhir adalah) membuat murtad kaum Islam (umat Islam keluar dari agama Islam).

Fenomena terbaru GF adalah:
1. Pemalsuan Islam, dilakukan dg cara:
- memalsukan Al Qur’an. Artikel lain ada di sini.
- memalsukan As Sunnah (termasuk di dalamnya hadits2)
- memalsukan pribadi Rasululloh SAW (termasuk dg menghina, melecehkan, membuat
gambar kartun/karikatur Rasululloh SAW)
- memalsukan sejarah Islam (dg mengabaikan ilmuwan2 Islam atau mengaburkan fakta2)
- memalsukan sistem kehidupan Islam (tidak mementingkan syariat Islam)
2. Pembaratan Islam (mengajak kaum Muslim bergaya hidup seperti orang barat)
- penetapan dan perubahan kurikulum pendidikan
- penyebaran kehidupan sosial ala barat

Sendi-sendi yang menjadi akar GF:
- Zionisme
- Kristenisasi
- Kolonialisme (bekerjasama dg zionisme, kristenisasi, orientalisme)

GF menggunakan beberapa sarana berikut sebagai upaya untuk menyebarluaskan paham mereka:
- Pendidikan
- Sosial
- Media cetak dan elektronik
- Pusat kebudayaan
- (masih banyak lagi sarana2 lain)

GF juga menggunakan:
- Demokrasi
- Komunisme + sosialisme
- Nasionalisme
- Kesetaraan gender
sebagai tameng dan isu untuk menjatuhkan ajaran Islam.

Bagaimana cara menangkal GF? Banyak cara untuk menangkal dan ‘memukul balik’ GF ini, diantaranya:
• Mencari alternatif pendidikan, pemikiran, ekonomi, dst, yg sesuai dg ajaran Islam
• Memberi pengetahuan ttg GF, sehingga umat Islam tidak terkecoh
• Para penulis Muslim perlu melakukan counter (serangan balik) terhadap tulisan2 yg menyerang Islam. Salah satu penulis yg cukup getol melakukan counter adalah Adian Husaini, beberapa artikelnya pernah aku muat di sini.
• Mengingatkan lembaga pendidikan + lembaga dakwah Islam agar mewaspadai terhadap pemikiran yg sesat
• (bagi yg merasa ilmunya tidak cukup memadai) Menjauhi pengaruh GF. Bagi yg ilmunya dirasa mumpuni, justru HARUS banyak mengenal GF, agar bisa melakukan counter (lihat poin 3).

Umat Islam sendiri hendaknya:
• Hanya mengerjakan yg bermanfaat (dunia-akhirat)
• Mencoba kembali kepada ALLOH SWT (apabila tertimpa musibah, dst)
• Jangan minder. Yakinlah bahwa kita setara dg orang2 barat…tapi tentunya tidak sekedar ucapan belaka
• Jika ada musibah, jangan cari kambing hitam…tapi hendaklah berserah pada ALLOH SWT. Pandang optimis ke masa depan, jangan terpaku ke masa lalu.
Kelompok dan Tim Kerja
1)Definisi Kelompok
Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling tergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu. Pendapat lain menyebutkan, “kelompok didefinisikan sebagai kumpulan 2 orang/lebih yang berinteraksi satu sama lain sedemikian rupa sehingga perilaku atau kinerja seseorang dipengaruhi oleh kinerja/perilaku anggota yang lain.”
2)Alasan Berkelompok
Ada sejumlah alasan mengapa seseorang mau bergabung dalam kelompok, diantaranya :
a)Rasa aman.
Dengan bergabung dalam kelompok seseorang mengharap akan merasa aman karena tidak sendirian lagi dalam menggapai harapan. Dengan adanya rasa aman ini maka orang akan dapat lebih aktif dan kreatif dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, baik tujuan individu maupun tujuan kelompoknya.
b) Status dan harga diri.
Seseorang bergabung dalam kelompok untuk meningkatkan status atau harga dirinya. Dengan bergabung dalam kelompok tersebut maka anggota-anggotanya akan merasa harga diri dan statusnya menjadi semakin tinggi di masyarakat meskipun belum tentu masyarakat menilainya seperti itu.
c) Interaksi dan afiliasi.
Seseorang bergabung dalam kelompok untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar yaitu sosialisasi dan afiliasi. Manusia tidak akan merasa nyaman jika hidup sendirian, walaupun kebutuhan yang lain terpenuhi. Manusia membutuhkan teman untuk berbicara, berdiskusi, berbagi baik kebahagiaan maupun penderitaan. Manusia butuh teman untuk didengar pendapat, harapan dan cita-citanya.
d) Kekuatan.
Dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang akan merasa memiliki kekuatan untuk meraih impian dan harapannya. Karena tidak sendirian lagi maka ia akan merasa kuat. Ia bisa berbagi, bisa meminta pendapat, nasihat, bahkan meminta tolong kepada anggota yang lain.

e) Pencapaian tujuan.
Dengan bergabung dalam kelompok, tujuan akan lebih mudah dicapai dibanding bila sendirian. Dengan bekerjasama, gotong royong, saling membantu, saling mendukung, saling menguatkan, tentu tujuan akan lebih mudah diraih dibanding bila dengan berfikir, bersikap dan berbuat sendiri.
f) Kekuasaan.
Dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang berkesempatan untuk mempengaruhi orang lain. Kelompok memberi kekuasaan tanpa wewenang formal dari organisasi. Bagi orang yang memilik kebutuhan akan kekuasaan, kelompok merupakan wadah untuk pemenuhannya.
3) Klasifikasi Kelompok
Ada beberapa klasifikasi dalam Kelompok :
a) Kelompok formal
Adalah kelompok yang sengaja dibentuk dengan keputusan manajer melalui suatu bagan organisasi untuk menyelesaikan tugas secara efektif dan efisien. Kelompok formal terdiri dari;
 Kelompok komando, yaitu kelompok yang ditentukan oleh bagan organisasi dan melaksanakan tugas-tugas rutin organisasi. Kelompok ini terdiri dari bawahan yang melapor dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertentu.
 Kelompok tugas, yaitu suatu kelompok yang bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu.
b) Kelompok Informal
Adalah suatu kelompok yang tidak dibentuk secara formal melalui struktur organisasi, akan tetapi muncul karena adanya kebutuhan akan kontak sosial. Kelompok informal dibedakan menjadi :
 Kelompok persahabatan, yang dibentuk karena adanya persamaan-persamaan tentang sesuatu hal seperti hobi, status perkawinan, jenis kelamin, latar belakang, politik, dan lain-lain.
 Kelompok kepentingan, merupakan kelompok yang berafiliasi untuk mencapai sasaran yang sama. Sasaran jenis ini tidak berkaitan dengan tujuan organisasi tetapi semata-mata untuk m encapai kepentingan kelompok itu sendiri.
4) Fase pembentukan kelompok
Pembentukan kelompok pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses yang dinamis, terdiri dari beberapa fase yaitu :
a) Forming (pembentukan)
Fase ini merupakan fase awal dimana keadaan ketidakpastian akan tujuan, struktur dan kepemimpinan kelompok harus dihadapi. Fase ini berakhir pada saat para anggota mulai berfikir bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah kelompok
b) Storming (merebut hati)
Fase ini dicirikan oleh adanya konflik intra kelompok. Anggota menerima keberatan kelompok tetapi menolak pengendalian kelompok oleh individu tertentu. Fase ini selesai manakala didapatkan hierarki kepemimpinan yang relatif jelas di dalam kelompok.
c) Norming (pengaturan norma)
Fase ini menggambarkan adanya perkembangan hubungan dan kelompok menunjukkan adanya kohesi (kepaduan). Fase ini berakhir dengan adanya struktur kelompok yang semakin solid dan terjadi perumusan ayang benar dan diterima atas berbagai harapan serta perilaku kelompok.
d) Performing (melaksanakan)
Fase ini memperlihatkan fungsi kelompok berjalan dengan baik dan diterima oleh anggota . Jadi di sini energi kelompok sudah bergerak dari tahap saling mengenal dan saling mengerti ke pelaksanaan tugas-tugas yang ada. Untuk kelompok yang relatif permanen, fase ini merupakan fase terakhir dari fase perkembangan.
e) Anjourning (pengakhiran)
Fase ini merupakan fase terakhir yang ada pada kelompok yang bersifat temporer, yang di dalamnya tidak lagi berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas tetapi dengan berakhirnya rangkaian kegiatan.
5) Beberapa Masalah Utama Dinamika Kelompok
Karena kelompok terdieri dari sejumlah orang dan biasanya dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat mungkin bahwa di dalam kelompok itu ditemukan banyak masalah. Hal ini perlu sekali mendapat perhatian diantaranya :
a) Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan bersifat strategis karena dapat menentukan efektif tidaknya proses kelompok. Di dalam praktek masalah kepemimpinan sangatlah pelik, mulai dari mencari orang yang cocok, dapat diterima dan mampu merupakan beberapa di antara isu-isu penting. Tidak jarang suatu kelompok menjadi buyar karena kesalahan dalam memilih pemimpin.
b) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah biasanya merupakan inti dari tugas atau misi kelompok. Pengambilan keputusan kelompok di dalam praktek biasanya lebih banyak sulitnya daripada mudahnya. Namun demikian harus diakui bahwa pengambilan keputusan kelompok secara umum telah diakui lebih baik kualitasnya daripada keputusan yang diambil secara individual. Kebanyakan organisasi memanfaatkan kelompok dalam proses pengambilan keputusannya dengan harapan bahwa kualitas keputusan itu menjadi lebih baik.
c) Komunikasi
Kelompok merupakan kumpulan dari para individu yang berinteraksi satu sama lain sehingga masalah komunikasi memegang peran sentral. Melalui komunikasi yang baik maka saling pengertian akan tercipta sehingga pada akhirnya akan memperkuat kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok.
d) Konflik
Perbedaan kepentingan dan harapan-harapan yang ada di dalam kelompok boleh jadi tidak dapat dihindari. Hal ini berpotensi menjadi konflik sehingga sasaran yang ditetapkan gagal dicapai atau bahkan bisa membuyarkan kelompok itu sendiri. Untuk itu selain memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan, kelompok perlu memperhatikan keberadaan potensi konflik ini dan berusaha mengendalikannya agar proses kelompok dapat berlangsung efektif.

6) Tim VS Kelompok
Kelompok tidak sama dengan tim. Dalam bahasan ini didefinisikan dan dijelaskan perbedaan antara kelompok kerja dan tim kerja. Kelompok kerja didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantungan, yang bergabung bersama-sama untuk mencapai sasaran. Suatu kelompok kerja adalah kelompok yang berinteraksi untuk berbagai informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota berkinerja dalam bidang tanggungjawab.
Kelompok kerja tidak perlu atau tidak berkesempatan untuk melakukan kerja kolektif yang menuntut upaya gabungan. Jadi kinerja mereka sekedar jumlah kinerja sumbangan individual dari tiap anggota kelompok. Tidak ada sinerrgi positif yang akan menciptakan suatu tingkat keseluruhan kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan-masukan.
Suatu tim kerja membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual tersebut.
Kelompok kerja merupakan kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Tim kerja merupakan kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatukinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual tersebut.

7) Tipe Tim
Tim dapat diklasifikasikan berdasar sasarannya. Tiga ragam paling lazim dalam tim yang kemungkinan besar akan dijumpai dalam suatu organisasi yaitu :
a) Tim pemecahan masalah
Dalam tim pemecahan masalah setiap anggota membagikan gagasan atau menawarkan saran mengenai bagaimana proses dan metode kerja dapat diperbaiki. Tetapi jarang di antara tim-tim itu yang diberi wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap tindakan yang mereka sarankan. Salah satu penerapan tim pemecahan masalah yang paling luas dipraktikkan selama dasawarsa 1980-an adalah Total Qualitas Manajemen (TQM).
b) Tim kerja pengelolaan diri
Tim kerja pengelolaan diri (swakelola) umumnya tersusun atas 10 sampai 15 orang yang memikul tanggung jawab dari mantan penyelia mereka. Lazimnya hal ini mencakup pengawasan kolektif atas kecepatan kerja, penentuan penugasan kerja organisasi dari rehat (istirahat), dan pilihan kolektif prosedur pemeriksaan. Tim kerja yang sepenuhnya mengelola sendiri, bahkan memilih anggota-anggotanya sendiri menyuruh anggotanya untuk saling menilai kerja. Akibatnya, jabatan penyelia berkurang pentingnya dan bahkan dapat disingkirkan.
c) Tim fungsional silang
Tim fungsional silang merupakan cara efektif untuk memungkinkan orang-orang dari aneka bidang dalam suatu organaisasi (atau bahkan antara organisasi-organisasi) untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan masalah serta mengkoordinasikan proyek yang rumit.
8) Menautkan Konsep Tim dan Kelompok ke Arah Penciptaan Tim Berkinerja Tinggi

Untuk menautkan konsep tim dan kelompok ke arah penciptaan tim berkinerja tinggi ada beberapa syarat yang harus diketahui, yaitu ukuran tim kerja, kemampuan anggota dan mengalokasikan peran dan menggalakan keanekaragaman.
a) Ukuran tim kerja
Tim kerja yang baik cenderung kecil. Bila anggotanya lebih dari 10 sampai 12 maka akan sulit bagi mereka untuk menyelesaikan banyak hal. Mereka banyak mengalami kesulitan untuk berinteraksi secara konstruktif dan membuat kesepakatan dalam banyak hal. Dengan jumlah yang banyak biasanya orang tidak dapat mengembangkan kekohesifan, komitmen dan tanggungjawab timbal balik yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang tinggi.

b) Kemampuan anggota
Agar dapat bekerja secara efektif, tim membutuhkan tiga tipe keterampilan yang berbeda. Pertama, tim memerlukan orang-orang yang memiliki keahlian teknis. Kedua, tim memerlukan ortang-orang dengan keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusanuntuk mampu mengidentifikasi masalah,membangkitkan alternatif, mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan yang kompeten. Akhirnya tim juga memerlukan orang-orang yang memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik, memberikan umpan balik, mampu menyelesaikan konflik dan keterampilan dalan hubungan antar pribadi yang lain.
c) Mengalokasikan peran dan menggalakan keanekaragaman
Orang-orang berbeda dalam ciri kepribadian dan kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan menempatkannya pada pekerjaan yang cocok dengan kepribadian karyawan itu. Hal yang sama berlaku berkenaan dengan pengisian posisi pada suatu tim kerja. Tim mempunyai kebutuhan yang berbeda dan orang seharusnya memilih tim berdasarkan kepribadian dan preferensi mereka.
9) Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Prestasi Kelompok
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi prestasi kelompok yang bersumber dari faktor eksternal, di antaranya :
a) Strategi organisasi
Jika strategi yang diterapkan organisasi dirasakan tepat dan cocok dengan anggota organisasi maka strategi yang sudah ditetapkan itu akan memacu semua anggota untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya secara optimal.
b) Struktur wewenang
Jika struktur organisasi telah disusun dengan memperhatikan dengan baik konsep The right men on the right place at the right time dan satuan perintah (otoritas), dan tanggung jawab telah berjalan dengan baik maka struktur organisasi tersebut akan memacu anggota organisasi untuk berkinerja lebih baik dari waktu ke waktu.
c) Peraturan
Semua peraturan di organisasi, mulai dari level yang paling tinggi sampai yang paling bawah, bisa kondusif bagi anggota organisasi untuk berkinerja lebih baik dari waktu ke waktu, bisa juga sebaliknya. Jika peraturan yang dibuat bersifat bottom up maka karyawan akan lebih apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut. Oleh sebab itu dia merasa berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut.
d) Sumber daya organisasi
Sumber daya yang dimiliki organisasi, mulai dari sumber dayua manusia, sumber daya alam, dana, material, mesin-mesin, pasar, teknologi, informasi, jika dimiliki secara memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas, hal itu akan memacu karyawan untuk berkinerja secara maksimal.
e) Proses seleksi
Seleksi karyawan merupakan langkah awal yang menentukan keberhasilan organisasi dalam mendapatkan karyawan yang berkinerja tinggi. Oleh karena itu seleksi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
f) Penilaian prestasi dan sistem imbalan
Penilaian prestasi kerja karyawan yang memenuhi azas keadilan bagi semua karyawan akan memacu karyawan untuk berprestasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian yaitu sistem penilaian, penilai, standar kinerja, dan waktu penilaian. Jika penilaian kinerja yang dilakukan sudah baik maka sistem imbalan juga harus memenuhi azas keadilan.
g) Budaya organisasi
Organisasi yang memiliki budaya yang kondusif memacu karyawan untuk berkinerja maksimal, misalnya disiplin, kreatif, inovatif, tepat waktu, dll.
h) Faktor lingkungan fisik
Lingkungan fisik berperan penting dalam menciptakan kondisi karyawan yang bersemangat atau tidak bersemangat dalam bekerja. Faktor lingkungan fisik misalnya adalah sarana dan prasarana di tempat kerja.
10) Faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi kelompok
Ada sejumlah faktor internal yang mempengaruhi prestasi kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Kemampuan fisik
Jika kemampuan fisik kelompok prima maka kelompok cenderung berkinerja maksimal. Kemampuan fisik itu bisa yang melekat pada anggota-anggota kelompok, yang berwujud, misalnya fisiknya, maupun yang berupa sarana prasarana yang dimiliki kelompok.
b) Kemampuan intelektual
Tingkat pengetahuan, kemauan, kemampuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki anggota kelompok menentukan kemampuan kelompok untuk berprestasi atau sebaliknya.
c) Karakteristik kepribadian
Kepribadian kelompok yang kondusif untuk berprestasi, misalnya terbuka, tahan terhadap kritik, inovatif, suka tantangan, suka perubahan, senang beekerjasama, dll.

11) Struktur Kelompok
Struktur kelompok terdiri dari :
a) Kepemimpinan formal
Kelompok harus memiliki struktur kepemimpinan formal yang jelas. Dengan demikian setiap anggota mengetahui dengan benar tugas dan kewajiban masing-masing, dari mana perintah berasal dan kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
b) Peran
Di dalam kelompok, setiap anggota memiliki peran sendiri-sendiri yang sudah ditetapkan dalam job description.
c) Norma
Dalam kelompok ada norma yang harus dipatuhi semua anggota kelompok tersebut. Normalah yang menjadi patokan perilaku anggota kelompok. Mana perilaku dan sikap yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang etis dan mana yang tidak etis.

12) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepaduan kelompok
Berbagai faktor yang mempengaruhi kepaduan kelompok adalah diantaranya sebagai berikut :
a) Kesamaan nilai dan tujuan
Kelompok akan menjadi lebih padu jika setiap anggota kelompok memiliki kesamaan dalam nilai yang dianut dan kesamaan dalam tujuan yang ingin diraih.
b) Keberhasilan dalam mencapai tujuan
Keberhasilan dalam mencapai tujuan bisa menimbulkan spirit bagi kelompok untuk menjadi semakin solid karena keberhasilan memunculkan rasa senang, bahagia, dan bangga. Perasaan itu mendorong setiap anggota kelompok untuk dapat mengulangi perasaan-perasaan itu.
c) Status atau citra kelompok
Status kelompok yang positif di mata lingkungan akan memacu anggota kelompok untuk semakin padu, saling menjaga agar status kelompok bisa tetap baik di lingkungannya.
d) Penyelesaian perbedaan
Dalam suatu kelompok terdapat banyak individu. Setiap individu berbeda satu sama lain. Oleh karena itu jika perbedaan munculdan mengakibatkan terjadinya konflik dalam kelompok maka konflik itu akan dapat dikelola dengan baik. Hal itu akan memacu anggota kelompok untuk menjadi semakin padu.
e) Kecocokan terhadap norma-norma
Dalam kelompok pasti ada norma kelompok. Jika norma kelompok tersebut cocok dengan norma yang dianut oleh anggota kelompok tersebut maka kelompok itu akan menjadi semakin padu.
f) Daya tarik pribadi
Seseorang masuk dalam suatu kelompok bisa disebabkan oleh ketertarikan dia pada pribadi pimpinan atau anggota kelompoknya. Sebagai contoh si A masuk suatu partai karena dia mengagumi pimpinan partai itu.
g) Persaingan antar kelompok
Persaingan antar kelompok bisa mengakibatkan keanggotaan suatu kelompok menjadi semakin solid. Hal ini terjadi karena tiap kelompok bersaing dan tiap kelompok ingin menjadi pemenang. Untuk menjadi pemenang maka setiap anggota kelompok harus bekerjasama dan saling mendukung.
h) Pengakuan dan penghargaan
Jika kelompok mendapat pengakuan dan penghargaan dari lingkungan, hal itu juga bisa berdampak terhadap kepaduan kelompok. Pengakuan dan penghargaan adalah kebutuhan/keinginan setiap orang. Jika hal tersebut mereka dapatkan maka mereka akan puas.Jika setiap anggota kelompok merasa puas maka mereka akan semakin betah dan merasa semakin memiliki kelompoknya.

13) Fakto-faktor yang menghambat kepaduan kelompok
Ada sejumlah faktor yang dapat menghambat kepaduan kelompok, di antaranya sebagai berikut :
a) Ketidaksamaan tentang tujuan
Tujuan yang tidak sama atau bahkan saling bertentangan antara satu anggota dengan anggota yang lain akan menyebabkan kelompok menjadi tidak kohesif.
b) Besarnya anggota kelompok
Kelompok yang dibangun dengan jumlah yang terlalu besar bisa menyebabkan kelompok tersebut tidak solid. Hal ini bisa terjadi karena komunikasi dan hubungan antar anggota kurang terjalin.
c) Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok
Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok bisa menyebabkan anggota tidak puas dan kecewa. Perasaan ini tidak hanya membuatnya tidak nyaman berada dalam kelompok tetapi bahkan dapat menyebabkan dia ingin keluar dari kelompok tersebut.
d) Persaingan antar anggota kelompok
Persaingan dalam batas tertentu bisa berdampak positif, tetapi jika tingkat persaingan terlalu tinggi dan anggota kelompok itu merasa sudah tidak mampu lagi menjalaninya maka dia akan menjadi apatis dan bahkan ingin keluar dari kelompok.
e) Dominasi
Kelompok yasng didominasi seseorang atau beberapa orang saja akan menyebabkan ketidakpaduan dalam kelompok. Orang yang merasa tidak dilibatkan atau merasa tidak terlibat dalam kelompok maka akan cenderung apatis dan menarik diri dari kelompok tersebut.

14) Karakteristik Tim yang sukses
Ada berbagai karakter yang melekat pada tim yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut :
a) Mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama
Tim yang efektif mempunyai suatu maksud bersama dan bermakna yang memberikan pengarahan, momentum dan komitmen untuk para anggotanya. Anggota tim yang sukses menuangkan waktu dan upaya yang sangat banyak ke dalam pembahasan, pembentukan, dan persetujuan mengenai maksud yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun individual. Maksud bersama ini, bila diterima dengan baik oleh tim akan setara dengan peran navigasi benda langit bagi kapten kapal. Maksud bersama itu memberi pengarahan dan bimbingan kepada setiap dan semua kondisi.
b) Menegakkan tujuan spesifik
Tim yang sukses menerjemahkan maksud bersama mereka sebagai tujuan-tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dan bersifat spesifik. Tujuan yang spesifik mempermudah mereka dalam berkomunikasi. Tujuan itu juga membantu memelihara fokus mereka pada perolehan hasil.
c) Kepemimpinan dan struktur
Anggota tim harus sependapat mengenai siapa melakukan apa dan memastikan bahwa semua anggota menyumbang secara sama dalam berbagai beban kerja. Di samping itu tim juga perlu menetapkan bagaiman jadwal ditentukan, keterampilan apa yang perlu dikembangkan, bagaimana kelompok akan memecahkan konflik dan bagaimana kelompok akan mengambil dan memodifikasi keputusan, menyepakati hal-hal yang spesifik dari kerja dan bagaimana hal itu cocok untuk memadukan keterampilan-keterampilan langsung oleh manajemen atau oleh anggota tim sendiri dengan mereka memenuhi peran-peran penjelajah-promotor, pendorong-pengorganisasi, penyimpul-penghasil, pemerkuat-pemelihara, serta penaut.

d) Menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab
Individu-individu dapat bersembunyi dalam suatu kelompok. Mereka dapat menyibukkan diri dalam ”kemalasan sosial” dan meluncur bersama upaya kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat dikenali. Tim yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan membuat diri mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara individual maupun pada tingkat tim.
e) Evaluasi kinerja dan sistem ganjaran yang benar
Evaluasi kinerja individual, upah jam-jaman yang tetap, insentif individual, dan semacamnya, tidaklah cocok dengan pengembangan tim kinerja tinggi. Jadi di samping mengevaluasi dan mengganjar karyawan untuk sumbangan individual mereka, manajemen hendaknya mempertimbangkan penilaian berdasarkan kelompok, berbagi laba, berbagi hasil, insentif kelompok kecil, dan modifikasi-modifikasi sistem lain yang memperkuat upaya dan komitmen tim.
f) Mengembangkan kepercayaan timbal balik yang tinggi
Tim kinerja tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota yang lain.
Allahu 'alam biswahab