Cari Blog Ini

Sabtu, 10 September 2011

Makalah
PENCEMARAN TANAH




Disusun Oleh
Nama : Ikram
NIM : 0901103010082
Fak/Jur : Ekonomi/Akuntansi
Matakuliah : Ilmu Alam dan Dasar

Pembimbing
Dr. Abdul Gani Haji, M. Si





FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2011

KATA PENGANTAR
Assalammuailaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan. Tak lupa shalawat beriring salam penulis sanjung sajikan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ini dari alam kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini adalah salah satu tugas dari matakuliah Ilmu Alam Dan Dasar (IAD). Penulis telah menyempurnakan makalah ini sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen, yang selalu setia mendidik dan membimbing kami demi masa depan yang cerah. Tidak lupa juga penulis sampaikan beribu-ribu terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan juga memberi manfaat kepada siapapun yang membacanya. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna walaupun perbaikan dan penambahan telah dilakukan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan juga masukan-masukan demi meningkatkan kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata atas segala kerendahan hati, penulis memohon maaf kepada semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalammualaikum Wr.Wb
Banda Aceh, 27 Juni 2011
PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Maksud Dan Tujuan 5
1.3 Ruang Lingkup 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Gambaran Pencemaran Tanah 6
B. Penyebab Pencemaran Tanah 7
C. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Tanah 8
D. Penanganan yang Harus Dilakukan 10
E. Pencegahan 11
F. Tanah Tercemar Dan Tanah Tidak Tercemar 12
G. Gambaran Tentang Pencemaran Tanah 14
H. Gambaran Tentang Solusi Untuk Tidak Terjadinya Pencemaran Tanah 18
BAB III PENUTUP 22
3.1 Kesimpulan 22
3.2 Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 24


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut.
Salah satu diantaranya, penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain. Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang, permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa mencemari badan air dan merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup.
Berdasarkan fakta tersebut, sangat diperlukan pengkajian khusus yang membahas mengenai pencemaran tanah beserta dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.
1.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1. Sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai dampak pencemaran terhadap tanah.
2. Sebagai cara untuk mencari berbagai cara dalam menanggulangi dampak pencemaran tanah.
3. Sebagai metode pengumpulan data tentang pencemaran tanah.

1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai pencemaran tanah, mulai dari gambaran, dampak, dan cara menanggulangi pencemaran tanah tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian kerusakan tanah untuk produksi bio massa: “Tanah adalah salah atu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.”

Tetapi apa yang terjadi, akibat kegiatan manusia, banyak terjadi kerusakan tanah. Di dalam PP No. 150 th. 2000 di sebutkan bahwa “Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah”.




Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.



B. Penyebab Pencemaran Tanah

Secara umum, Pencemaran tanah dapat disebabkan limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian.

1. Limbah Domestik
Limbah domestik dapat berasal dari daerah: pemukiman penduduk; perdagang-an/pasar/tempat usaha hotel dan lain-lain; kelembagaan misalnya kantor-kantor pemerintahan dan swasta; dan wisata, dapat berupa limbah padat dan cair.
a. Limbah padat berupa sampah anorganik. Jenis sampah ini tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (non-biodegradable), misalnya kantong plastik, bekas kaleng minuman, bekas botol plastik air mineral, dsb.
b. Limbah cair berupa; tinja, deterjen, oli, cat, jika meresap kedalam tanah akan merusak kandungan air tanah bahkan dapat membunuh mikro-organisme di dalam tanah.






2. Limbah Industri
Limbah domestik dapat berasal dari daerah: pemukiman penduduk; perdagang-an/pasar/tempat usaha hotel dan lain-lain; kelembagaan misalnya kantor-kantor pemerintahan dan swasta; dan wisata, dapat berupa limbah padat dan cair.
a. Limbah industri berupa limbah padat yang merupakan hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari proses pengolahan. Misalnya sisa pengolahan pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, pengawetan buah, ikan daging dll.
b. Limbah cair yang merupakan hasil pengolahan dalam suatu proses produksi, misalnya sisa-sisa pengolahan industri pelapisan logam dan industri kimia lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom, arsen dan boron adalah zat-zat yang dihasilkan dari proses industri pelapisan logam.

3. Limbah Pertanian
Limbah pertanian berupa sisa-sisa pupuk sintetik untuk menyuburkan tanah/tanaman, misalnya pupuk urea Pestisida pemberantas hama tanaman misalnya DDT.

C. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Tanah
Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah, diantaranya:
1. Pada Kesehatan
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.
Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan kematian.
2. Pada Ekosistem
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi/menimbulkan akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat kematian anak dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.





D. Penanganan yang Harus Dilakukan
Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
1. Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).




E. Pencegahan
Tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan macam bahan pencemar yang perlu ditanggulangi. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran antara lain dapat dilakukan sebagai berikut:

Langkah pencegahan
Pada umumnya pencegahan ini pada prinsipnya adalah berusaha untuk tidak menyebabkan terjadinya pencemaran, misalnya mencegah/mengurangi terjadinya bahan pencemar, antara lain:
1. Sampah organik yang dapat membusuk/diuraikan oleh mikroorganisme antara lain dapat dilakukan dengan mengubur sampah-sampah dalam tanah secara tertutup dan terbuka, kemudian dapat diolah sebagai kompos/pupuk.
2. Sampah senyawa organik atau senyawa anorganik yang tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara membakar sampah-sampah yang dapat terbakar seperti plastik dan serat baik secara individual maupun dikumpulkan pada suatu tempat yang jauh dari pemukiman, sehingga tidak mencemari udara daerah pemukiman. Sampah yang tidak dapat dibakar dapat digiling/dipotong-potong menjadi partikel-partikel kecil, kemudian dikubur.
3. Pengolahan terhadap limbah industri yang mengandung logam berat yang akan mencemari tanah, sebelum dibuang ke sungai atau ke tempat pembuangan agar dilakukan proses pemurnian.
4. Penggunaan pupuk, pestisida tidak digunakan secara sembarangan namun sesuai dengan aturan dan tidak sampai berlebihan.
5. Usahakan membuang dan memakai detergen berupa senyawa organik yang dapat dimusnahkan/diuraikan oleh mikroorganisme.





F. Tanah Tercemar dan Tidak Tercemar

1. Tanah tercemar
Tanah indonesia terkenal dengan kesuburanya. Hingga dalam sejarah Indonesia pernah tercetat. Kesuburan itu telah mengundang para penjajah asing untuk mengeksploitasinya. Fenomena sekarang lain lagi. Sebagian tanah Indonesia tercemar oleh polusi yang diakibatkan oleh kelainan masyarakat. Pencemaran ini menjadikan tanah rusak dan hilang kesuburanya, mengandung zat asam tinggi. Berbau busuk, kering, mengandung logam berat, dan sebagainya. Kalau sudah begitu maka tanah akan sulit untuk dimanfaatkan.

Dari pernyataan diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri tanah tercemar adalah :
1. Tanah tidak subur
2. pH dibawah 6 (tanah asam) atau pH diatas 8 (tanah basa)
3. Berbau busuk
4. Kering
5. Mengandung logam berat
6. Mengandung sampah anorganik


2. Tanah tidak tercemar
Tanah yang tidak tercemar adalah tnah yang masih memenuhi unsur dasarnya sebagai tanah. Ia tidak mengandung zat-zat yang merusak keharaanya. Tanah tidak tercemar bersifat subur, tidak berbau busuk, tingkat keasaman normal. Yang paling utama adalah tidak mengandung logam berat. Tanah yang tidak tercemar besar potensinya untuk alat kemaslahatan umat manusia. Pertanian dengan tanah yang baik bisa mendatangkan keuntungan berlipat ganda.

Dari pernyataan diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri tanah tercemar adalah :
1. Tanahnya subur
2. Trayek pH minimal 6, maksimal 8
3. Tidak berbau busuk
4. tidak kering, memiliki tingkat kegemburan yang normal
5. Tidak Mengandung logam berat
6. Tidak mengandung sampah anorganik


G. Gambar Tentang Pencemaran Tanah


Industri pemboboran minyak menyebabkan pencemaran air laut yang nantinya perefek terjadinya pencemaran tanah.



Beginilah lokasi pembobaran, apatah itu minyak, gas atau lainnya yang mencemarkan tanah.



Pembuangan kotoran industri.



Beginilah bentuk pencemaran tanah yang ditimbulkan oleh pembuangan air diterjen/sabun.

Pembuangan asap dari knalpot/saluran pipa asap, yang nantinya akan menyatu dengan awan sehingga pada waktu penghujanan akan menyirami tanah di seluruh tempat.


Pembuangan sampah sembarangan yang menyebabkan permukaan tanah menjadi tidak bagus dan penyakitpun mudah datang.

Gambaran tentang proses terjadinya pencemaran tanah, yaitu asap yang dikeluarkan oleh pabrik-pabrik yang nantinya akan menyatu dengan awan sehingga pada musim hujan akan menurunkan air yang tidak bagus yang membasahi tanah sehingga tpencemaran tanahpun terjadi.



Bentuk tanah yang tidak bagus, karena sudah terkena asap knalpot kendaraan.



H. Gambaran Tentang Solusi Untuk Tidak Terjadinya Pencemaran Tanah


Buanglah sampah pada tempatnya, apalagi sampah yang banyak mengandung zat-zat kimia yang dapt merusak kesuburan tanah.



Inilah geradang/tempat pembuangan sampah sebelum dibawa ke TPA, buanglah sampah di wadah tersebut.



Tempat Pembuangan Akhir (TPA), disinilah lokasi sampah-sampah diseluruh daerah dikumpulkan yang nantinya akan dipisah-pisahkan untuk mudah dalam pengelompokan jenis sampah. Dengan adanya TPA, pencemaran tanahpun tidak terjadi.




Bentuk dan proses pengelompokan jenis sampah sehingga proses daur ulangpun mudah.

Apabila tanah subur, tanaman makanan pokokpun tumbuh dengan subur.



Wilayah dekat pengunungan yang tanaman serta tumbuhannya hidup dengan baik, karena tidak adanya pencemaran tanah disekitar area tersebut.



Kebun yang tanahnya sangat bagus, karena jauh dari peristiwa pencemaran tanah, bungapun serta lainnya tumbuh dengan subur.

















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Ada beberapa cara untuk mengurangi dampak dari pencemaran tanah, diantaranya dengan remediasi dan bioremidiasi. Remediasi yaitu dengan cara membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Sedangkan Bioremediasi dengan cara proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).

3.2. SARAN
Untuk lebih memahami semua tentang pencemaran tanah, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga kelestarian tanah, kesuburan, serta meminimalisir pencemaran tanah.
Sebagian besar kekayaan kita diperloleh dari tanah. Kehidupan di bumi ini sangat bergantung pada tanah. Tumbuhan memperoleh air dan mineral dari tanah. Makanan yang kita peroleh dan hewan bergantung pada tumbuhan. Jadi makanan kita sebenarnya berasal dari tanah.
Semua bahan yang kita perlukan dalam memehuhi kebutuhan dapat diperoleh dari tanah, secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu marilah kita bersama-sama menjaga kelestariannya, demi kelangsungan anak, cucu kita dimasa yang akan datang.



















DAFTAR PUSTAKA

Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112 hal.
http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-pencemaran-tanah/
http://ruangchandra.blogspot.com/2011/03/makalah-pencemaran-tanah.html
http://www.tsani-oke.co.cc/2011/04/makalah-pencemaran-tanah.html
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line).
http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Wardhana, W.A., 1995. DampakPencemaran Lingkungan, AndiOffset Yogyakarta, Jakarta.
Sutrisno, T., 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih, PT Rineka Cipta, Jakarta.
TEMPO Interaktif, Jakarta Selasa, 21 Oktober 2008.

Kamis, 21 April 2011

APBA (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Aceh)

QANUN ACEH
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA ACEH
TAHUN ANGGARAN 2009
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 235 ayat (6) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Gubernur Nanggroe
Aceh Darussalam telah menyempurnakan Rancangan Qanun tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2009
sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 903-143
Tahun 2009 tentang Evaluasi Rancangan Qanun Aceh tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2009 dan Rancangan
Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam tentang Penjabaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2009;
b. bahwa penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan
agar Qanun tentang APBA Tahun Anggaran 2009 tidak bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu ditetapkan Qanun tentang APBA Tahun Anggaran 2009;
Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah
Otonom Propinsi Atjeh clan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi
Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan clan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
13. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat clan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata
Ca r a Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lernbaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4027);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Daerah clan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lernbaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4028);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler
dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416), sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan
Pimpinan clan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4712);
20. Peraturan. Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
22. Peraturan Pemer intah Nomor 54 Tahun 2005 t entang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
24. Peraturan Pemer i n t ah Nomor 56 Tahun 2005 t entang Sistem Informa s i
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pel ayanan Minimal (Lembaran
Negara Republ ik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan clan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemer i n t ahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan clan
Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian clan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96,
Tambahan Lemba r an Nega r a Republik Indonesia Nomor 4663);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran
Nega r a Republ ik Indone s i a Nomor 4664);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas atas
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
21);
34. Peraturan Presiders Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);
35. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan clan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009;
37. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2002 tentang Dana
Perimbangan Antara Pemerintah Provinsi clan Pemerintah
Kabupaten/Kota (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 23);
38. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran
Daerah Tahun 2005 Nomor 05, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 1);
39. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun
(Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor
83, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03);
40. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh
(Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor
01, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11);
41. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian
Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi clan Penggunaan Dana
Otonomi Khusus (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun
2008 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 12).
Den g a n P e r s e t u j u a n B e r s ama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
D A N
G U B E R N U R A C E H
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA ACEH
TAHUN ANGGARAN 2009.
Pasal 1
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2009 sebagai berikut:
1. Pendapatan Aceh Rp. 6.732.212.000.000,-
2. Belanja Aceh Rp. 9.791.344.121.604,-
Surplus/(Defisit) Rp. (3.059.132.121.604)
3. Pembiayaan Aceh :
a. Penerimaan Rp. 3.141.732.121.604,-
b. Pengeluaran Rp. 82.600.000.000,-
Pembiayaan Netto Rp. 3.059.132.121.604,-
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tahun Berkenaan: Rp. 0,-
Pasal 2
(1). Pendapatan Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:
a. Pendapatan Ash Aceh sejumlah Rp.795.872.000.000,-
b. Dana Perimbangan sejumlah Rp.2.208.058.000.000,-
c. Dana Otonomi Khusus sejumlah Rp.3.728.282.000.000,-
d. Lain-lain Pendapatan Aceh Yang Sah sejumlah Rp.O,-
(2).Pendapatan Asli Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari
jeni s pendapatan:
a. Pajak Aceh sejumlah Rp.476.975.000.000,-
b. Retribusi Aceh sejumlah Rp. 13.264,165.424,-
c. Hasil pengelolaan kekayaan Aceh yang dipisahkan dan hasil penyertaan modal
Aceh sejumlah Rp.74.512.000.000,-
d. Zakat sejumlah Rp.3.000.000.000,-
e. Lain-lain pendapatan asli Aceh yang sah sejumlah Rp.228.120.834.576,-
(3). Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pendapatan:
a. Dana bagi hasil pajak sejumlah Rp.184.902.812.475,-
b. Dana bagi hasil hidrokarbon dan cumber daya alam lain sejumlah Rp. 148.207.960.525,-
c. Dana alokasi umum sejumlah Rp.509.686,227.000,-
d. Dana alokasi khusus sejumlah Rp.48.189.000.000,-
e. Dana tambahan bagi hasil minyak dan gas bumi sejumlah Rp. 1.317.072.000,000,-
(4).Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari
jenis pendapatan:
a. Dana otonomi khusus sejumlah Rp.3.728.282.000,000,-
(5). Lain-lain Pendapatan Aceh Yang Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri
dari jenis pendapatan:
a. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan
lembaga luar negeri yang tidak mengikat sejumlah Rp.O,-
b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan
akibat bencana alam sejumlah Rp.O,-
c. Dana penyesuaian yang ditetapkan oleh pemerintah sejumlah Rp.O,-
d. Bantuan keuangan dari provinsi lain atau dari pemerintah daerah lainnya sejumlah Rp.O,-
Pasal 3
(1). Belanja Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:
a. Belanja Tidak Langsung sejumlah Rp.2.620.032,938.913,-
b. Belanja Langsung sejumlah Rp.7.171.311.182.691,-
(2).Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis belanja:
a. Belanja pegawai sejumlah Rp.834.803.158.805,-
b. Belanja bunga sejumlah Rp.O,-
c. Belanja subsidi sejumlah Rp.7.149.183.000,-
d. Belanja hibah sejumlah Rp.459.449.224.759,-
e. Belanja bantuan sosial sejumlah Rp.768,631.372.349,-
f. Belanja bagi hasil sejumlah Rp,400.000.000.000,-
g. Belanja bantuan keuangan sejumlah Rp. 100.000.000.000,-
h. Belanja tidak terduga sejumlah Rp.50.000.000.000,-
(3). Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis belanja:
a. Belanja pegawai sejumlah Rp.296.562.525.872,-
b. Belanja barang dan jasa sejumlah Rp. 1.859.118,446.450,-
c. Belanja modal sejumlah Rp.5.015.630.210.369,-
Pasal 4
(1). Pembiayaan Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:
a. Penerimaan sejumlah Rp.3.141,732.121,604,-
b. Pengeluaran sejumlah Rp.82.600.000.000,-
(2). Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis pembiayaan:
a, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya (SiLPA)
s e juml ah Rp.3.141,732,121.604,-
b, Pencairan dana cadangan sejumlah Rp.O,-
c. Hasil penjualan kekayaan Aceh yang dipisahkan sejumlah Rp.O,-
d. Penerimaan pinjaman Aceh sejumlah Rp.O,-
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman sejumlah Rp.O,-
f. Penerimaan piutang Aceh sejumlah Rp.O,-
(3). Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pembiayaan:
a. Pembentukan dana cadangan sejumlah Rp.O,-
b. Penyertaan modal (Investasi) pemerintah aceh sejumlah Rp.82.600.000.000,-
c. Pembayaran pokok utang sejumlah Rp.O,-
d. Pemberian pinjaman Aceh sejumlah Rp.O,-
e. Pembayaran kegiatan lanjutan sejumlah Rp.O,-
Pasal 5
(1) Belanja untuk kepentingan pendanaan keadaan darurat dalam APBA Tahun Anggaran
2009 dapat dilaksanakan untuk membiayai kegiatan yang sekurang-kurangnya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak
dapat diprediksikan sebelumnya;
b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat.
(2) Kriteria belanja untuk keperluan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
a. Program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam
tahun anggaran berjalan; dan
b. Keperluan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih
besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal. 6
(1). Dalam hal Qanun tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran
2009 tidak dilakukan perubahan, Pemerintah Aceh dapat melakukan pergeseran
anggaran antar objek belanja dalam jenis belanja.
(2). Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
mengubah Peraturan Gubernur tentang penjabaran Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh Tahun Anggaran 2009 yang selanjutnya diformulasikan dalam
Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Satuan Kerja Perangkat
Aceh (SKPA) sebagai dasar pelaksanaannya.
(3). Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditampung dan
disampaikan dalam laporan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
Tahun Anggaran 2009.
Pasal 7
Uraian lebih lanjut Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Qanun ini, terdiri dari:
1. Lampiran I Ringkasan APBA;
2. Lampiran II Ringkasan APBA menurut Urusan Pemerintahan Aceh dan Organisasi;
3. Lampiran III Rincian APBA menurut Urusan Pemerintahan Aceh, Organisasi,
Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan;
4. Lampiran IV Rekapitulasi Belanja menurut Urusan Pemerintahan Aceh,
Organisasi, Program dan Kegiatan;
5. Lampiran V Rekapitulasi Belanja Aceh Untuk Keselarasan dan Keterpaduan
Urusan Pemerintahan Aceh dan Fungsi dalam Kerangka Pengelolaan
Keuangan Negara;
6. Lampiran VI Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan;
7. Lampiran VII Daftar piutang Aceh;
8. Lampiran VIII Daftar penyertaan modal (Investasi) Aceh;
9. Lampiran IX Daftar Perkiraan Penambahan dan Pengurangan Aset Tetap Aceh;
10. Lampiran X Daftar Perkiraan Penambahan dan Pengurangan Aset Lainnya;
11. Lampiran XI Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
12. Lampiran XII Daftar dana cadangan Aceh; dan
13. Lampiran XIII Daftar pinjaman Aceh dan obligasi Aceh.
Pasal 8
Gubernur menetapkan Peraturan tentang penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Aceh sebagai landasan operasional pelaksanaan APBA.
Pasal 9
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku surut
sejak tanggal 01 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal 04 M a r e t 2 0 0 9
07 Rabiul Awal 1430
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 04 Maret 2009
07 Rabiul Awal 1430
S E K R E T A R I S D A E R A H
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2009 NOMOR 01.

APBA (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Aceh)

Q A N U N A C E H
NOMOR 4 TAHUN 2008
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA ACEH
TAHUN ANGGARAN 2008
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal. 235 ayat (6) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Gubernur
Nanggroe Aceh Darussalam telah menyempurnakan Rancangan Qanun
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran
2008 sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 903-412
Tahun 2008 tentang Evaluasi Rancangan Qanun Aceh tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2008 dan
Rancangan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam tentang
Penjabaran Anggaran Pendapatan clan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2008;
b. bahwa penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan
agar Qanun tentang APBA Tahun Anggaran 2008 tidak bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu. ditetapkan Qanun tentang, APBA Tahun Anggaran 2008;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah
Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan
Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 (Lembaran Negara. Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara. Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa
Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
10.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
12.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah dua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
13.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 4438);
14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
15.Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata
Ca r a Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4027);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4028);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 4139);
19.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler clan Keuangan Pimpinan clan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416),
sebagaimana telah diubah beberapa kah, yang terakhir dengan.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4712);
20, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4502);
21.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
22.Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);
23.Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
24.Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem
Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara. Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4576);
25.Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
26.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
29.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan. Evaluasi Pelaksanaan Rencana. Pembangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);
31.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
32.Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 83, Tambahan Lembaran. Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
33.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kesepuluh atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 23);
34.Peraturan Presiders Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan. Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);
35.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
36.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2008;
37.Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4 Tahun 2002 tentang Dana
Perimbangan Antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 23);
38.Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2005
tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 05, Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 1);
39.Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007
Nomor 83, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor
03);
40.Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan
Aceh (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008
Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor
11);
41. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian
Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana
Otonomi Khusus (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun
2008 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 12).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
d a n
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: QANUN ACEH TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
ACEH TAHUN ANGGARAN 2008.
Pasal 1
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2008 sebagai berikut:
1. Pendapatan Aceh Rp. 6.644.765.416.264,-
2. Belanja Aceh Rp. 8.518.740.595.768,-
(-)
Surplus/(Defisit) Rp. (1.873.975.179.504)
3. Pembiayaan Aceh :
a. Penerimaan Rp. 2.248.975.179.504,-
b. Pengeluaran. Rp. 375.000.000.000,-
Pembiayaan Netto Rp. 1.873.975.179.504,-
(-)
Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan: Rp. 0,-
Pasal 2
(1). Pendapatan Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:
a. Pendapatan Ash Aceh sejumlah Rp.795.709.401.264,-
b. Dana Perimbangan sejumlah Rp.2.251.913.117.000,-
c. Dana Otonomi Khusus sejumlah Rp.3.590.142.898.000,-,
d. Lain-lain Pendapatan Aceh Yang Sah sejumlah Rp.7,000.000.000,-
(2) Pendapatan Asli Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari
jenis pendapatan:
a. Pajak Aceh sejumlah Rp.476.975.000.000,-
b. Retribusi Aceh sejumlah Rp.12.705.574.475,-
c. Hasil pengelolaan kekayaan Aceh yang dipisahkan dan hasil penyertaan modal
Aceh sejumlah Rp.50.012.500.000,-
d. Zakat sejumlah Rp.1.836.000.000,-
e. Lain-lain pendapatan asli Aceh yang sah sejumlah Rp.254.180.326.789,-
(3). Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pendapatan:
a. Dana bagi hasil pajak sejumlah Rp. 182.271.090.000,-
b. Dana bagi hasil hidrokarbon dan sumber days alam lain sejumlah Rp. 159.839.084.000,-
c. Dana alokasi umum sejumlah Rp.557.327.160.000,-
d. Dana alokasi khusus sejumlah Rp.35.403.000.000,-
e. Dana tambahan bagi hasil minyak dan gas bumf sejumlah Rp. 1.317.072.783.000,- -
(4). Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berasal dari
jenis pendapatan Dana otonomi khusus sejumlah Rp.3.590.142.898.000,-. I-
(5) Lain-lain Pendapatan Aceh Yang Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri
dari jenis pendapatan:
a. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri,.kelompok masyarakat/perorangan, dan
lembaga luar negeri yang tidak mengikat sejumlah Rp.7.000.000.000,- -
b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan
akibat bencana alam sejumlah Rp.O,-
c. Dana penyesuaian yang ditetapkan oleh pemerintah sejumlah Rp.O,-
d. Bantuan keuangan dari provinsi lain atau dari pemerintah daerah lainnya sejumlah Rp.O,
Pasal 3
(1). Belanja Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:
a. Belanja Tidak Langsung sejumlah Rp.2.004.123.098.705,-
b. Belanja Langsung sejumlah Rp.6.514.617.497.063,-
(2). Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis belanja:
a. Belanja pegawai sejumlah Rp.493.799.270.320,-
b. Belanja bunga sejumlah Rp.O,-
c. Belanja subsidi sejumlah Rp.O,-
d. Belanja hibah sejumlah Rp.224.579.435.000,-
e. Belanja bantuan sosial sejumlah Rp.552.073.731.149,-
f. Belanja bagi hasil sejumlah Rp.695.670.662,236,-
g. Belanja bantuan keuangan sejumlah Rp.28.000.000.000,-
h. Belanja tidak terduga sejumlah Rp. 10.000,000.000,-
(3). Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis belanja:
a. Belanja pegawai sejumlah Rp.238.617.477.302,-
b. Belanja barang dan jasa sejumlah Rp.2.079.898.261.995,-.
c. Belanja modal sejumlah Rp.4.196.101.757.766,-
Pasal 4
(1). Pembiayaan Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:
a. Penerimaan sejumlah Rp.2.248.975.179.504,-
b. Pengeluaran sejumlah Rp.375.000,000.000,-
(2). Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis pembiayaan:
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya (SiLPA)
sejumlah Rp.2.248.975.179.504,-
b. Pencairan dana cadangan sejumlah Rp.O,-
c. Hasil penjualan kekayaan Aceh yang dipisahkan sejumlah Rp.O,-
d. Penerimaan pinjaman Aceh sejumlah Rp.O,-
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman sejumlah Rp.O,-
f Penerimaan piutang Aceh sejumlah Rp.O,-
(3). Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pembiayaan:
a. Pembentukan dana cadangan sejumlah Rp.O,-
b. Penyertaan modal (Investasi) pemerintah aceh sejumlah Rp. 175.000.000.000,-
c. Pembayaran pokok utang sejumlah Rp.O,-
d. Pemberian pinjaman Aceh sejumlah Rp.O,-
e. Pembayaran kegiatan lanjutan sejumlah Rp.200.000.000.000,-
Pasal 5
(1). Dalam hal Qanun tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran
2008 tidak dilakukan perubahan, Pemerintah Aceh dapat melakukan pergeseran
anggaran antar objek belanja dalam jenis belanja.
(2). Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengubah
Peraturan Gubernur tentang penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Aceh Tahun Anggaran 2008 yang selanjutnya diformulasikan dalam Dokumen
Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Satuan Kerja Perangkat Aceh
(SKPA) sebagai dasar pelaksanaannya.
Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditampung
dan disampaikan dalam laporan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Aceh Tahun Anggaran 2008.
Pasal 6
Uraian lebih lanjut Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Qanun ini. terdiri dari:
1. Lampiran I Ringkasan APBA;
2. Lampiran II Ringkasan APBA menurut Urusan Pemerintahan Aceh dan Organisasi;
3. Lampiran III Rincian APBA menurut Urusan Pemerintahan Aceh, Organisasi,
Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan;
4. Lampiran IV Rekapitulasi Belanja menurut Urusan Pemerintahan Aceh,
Organisasi, Program dan Kegiatan;
5. Lampiran V Rekapitulasi Belanja Aceh Untuk Keselarasan dan Keterpaduan Urusan
Pemerintahan Aceh dan Fungsi dalam Kerangka Pengelolaan Keuangan
Negara;
6. Lampiran VI Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan;
7. Lampiran VII Daftar piutang Aceh;
8. Lampiran VIII Daftar penyertaan modal (Investasi) Aceh;
9. Lampiran IX Daftar Perkiraan Penambahan. dan Pengurangan Aset Tetap Aceh;
10. Lampiran X Daftar Perkiraan Penambahan dan Pengurangan Aset Lainnya;
11. Lampiran XI Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
12. Lampiran XII Daftar dana cadangan Aceh; dan
13. Lampiran XIII Daftar pinjaman Aceh dan obligasi Aceh.
Pasal 7
Gubernur menetapkan Peraturan tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Aceh sebagai landasan operasional pelaksanaan APBA.
Pasal 8
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku surut
sejak tanggal 01 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.
Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal 24 J u n i 2 0 0 8
20 Jumadil Akhir 1429
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
Pada tanggal 24 J u n i 2008
20 Jumadil Akhir 1429
SEKRETARIS DAERAH,
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 04

Senin, 04 April 2011

Penyusutan—Metode Alokasi Biaya

Penyusutan—Metode Alokasi Biaya
Penyusutan merupakan proses akuntansi dalam mengalokasian biaya aktiva berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaa aktiva tersebut.
Faktor – factor yang terlibat dalam proses penyusutan
Dasar penyusutan apa yang akan digunakan untuk aktiva?
Berapa masa manfaat aktiva?
Metode pengalokasian biaya apa yang paling baik untuk aktiva ini?
Dasar Penyusutan Aktiva
Dasar yang ditetapkan untuk penyusutan merupakan fungsi dari dua factor; biaya awal dan niali sisa atau pelepasan. Nilai sisa adalah estimasi jumlah yang akan diterima pada saat aktiva dijual atau ditarik dari penggunanya. Sebagai gambaran, jika suatu aktiva memiliki biaya $10.000 dan sisa sebesar $1.000, maka dasar menyusutannya adalah $9.000
Biaya awal $ 10.000
Dikurangi: nilai sisa $ 1.000
Dasar penyusutan $ 9.000

Estimasi Umur Pelayanan atau Jasa
Umur pelayanan suatu aktiva dan umur fisiknya sering kali tidak sama. Mungkin karena sudah lama sehingga produk yang dihasilkan oleh suatu aktiva tidak seperti yang diinginkan lagi.
Aktiva ditarik dari penggunaannya karena dua alasan; factor-faktor fisik (seperti kerusakan atau habisnya umur fisik) dan factor-faktor ekonomi (keusangan). Factor fisik adalah keausan, dekomposisi, dan kerusakan yang membuat aktiva tersebut sulit untuk bekerja tanpa batas. Factor-faktor ekonomi atau fungsional dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori :
Ketidaklayakan; terjadi apabila suatu aktiva tidak berguna lagi bagi perusahaan tertentu karena permintaan akan produk perusahaan itu7 telah menungkat. Contoh: kebutuhan akan membangun lebih besar untuk mengatasi kenaikan produksi. Walaupun bangunan yang lama mungkin masih baik, namun bangunan tersebut sudah tidak layak lagi untuk tujuan perusahaan.
Penggantian; penggantian suatu aktiva dengan aktiva lainnya yang lebih efisien dan ekonomis. Contoh: penggantian mainframe computer dengan jaringan PC.
Keusangan; tempat pembuangan untuk situasi yang tidak melibatkan ketidak layakan dan penggantian.

Metode Penyusutan
Perusahaan menggunakan sejumlah metode penyusutan sbb:
Metode aktivitas ( unit penggunaan atau produksi )
Metode garis lurus
Metode beban menurun (dipercepat)
Jumlah –angka-tahun.
Metode saldo menurun
Metode penyusutan khusus
Metode kelompok dan gabungan/komposit
Metode campuran atau kombinasi
Metode aktivitas
Metode ini juga disebut pendekatan beban variable atau pendekatan unit produksi.
Contoh:
Biaya mesin Derek $500.000
Estimasi masa manfaat 5 tahun
Estimasi nilai sisa $50.000
Umur produktif dalam jam 30.000 jam

Jika Stanley menggunakan mesi Derek itu selama 4.000 jam pada tahun pertama, maka beban penyusutannya adalah:
(biaya dikurangi nilai sisa x jam tahun ini)/(total estimasi jam) =beban penyusutan
(($500.000-$50.000) x 4.000)/30.000 =$60.000

Metode Garis Lurus
Metode ini mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan fungus dari pengunaan.
Stanley menghitung beban penyusutan mesin dereknya sbb:
((biaya dikurangi nilai sisa))/(estimasi umur pelayanan)= beban penyusutan
($500.000-$50.000)/5= $90.000

Metode Beban Menurun
metode ini menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun-tahun awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang, sehingga sering disebut metode penyusutan dipercepat. Secara umum, satu dari dua metode beban menurun digunakan; metode jumlah-angka-tahun atau metode saldo menurun.
Metode jumlah-angka-tahun; menghasilakn beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan(biaya awal dikurangi nilai sisa). Setiap pecahan mengunakan jumlah angka tahun sebagai penyebut (5+4+3+2+1=15) jumlah tahun estimASI umur yang tersisa pada awal tahun sebagai pembilang. Dengan metode ini, pembilang menurun tahun demi tahun dan penyebut tetap yang tersisa harus sama dengan nilai sisa. Metode perhitungan ini di ditujukkan dalam ilustrasi berikut:
Tahun Dasar Penyusutan Umur yang tersisa dalam tahun Pecahan Penyusutan Beban Penyusutan Nilai Buku Akhir Tahun
1 $450.000 5 5/15 $150.000 $350.000
2 450.000 4 4/15 120.000 230.000
3 450.000 3 3/15 90.000 140.000
4 450.000 2 2/15 60.000 80.000
5 450.000 1 1/15 30.000 50.000*
15 15/15 $450.000
*nilai sisa

Metode saldo menurun
Menggunakan tarif penyusutan (diekspresikan sebagai persentase) berupa beberapa kelipatan dari metode garis lurus. Sebagai contoh, mesin Derek, Stanley akan memiliki beban penyusutan seperti yang ditunjukkan pada ilustrasi berikut:
Tahun Nilai Buku Aktiva pada Tahun Pertama Tarif Saldo Menuruna Beban Penyusutan Saldo Akumulasi Penyusutan Nilai Buku Akhir Tahun
1 $500.000 40% $200.000 $200.000 $300.000
2 300.000 40% 120.000 320.000 180.000
3 180.000 40% 72.000 392.000 108.000
4 108.000 40% 43.200 435.000 64.800
5 64.000 40% 14.800b 450.000 50.000
aberdasarkan dua kali tariff garis lurus sebesar 20% ($90.000/$450.000 = 20% : 20% x 2 = 40%)
bterbatas pada $14.800 karena nilai buku tidak boleh lebih rendah dari nilai sisa.

apa yang akan terjadi jiak estimasi masa manfaat aktiva itu, katakanlah 51 tahun?
Jawabannya: (n(n+1))/2 = (51(51+1))/2=1,326

Metode Penyusutan Khusus
Metode ini dipakai karena aktiva yang terlibat memiliki karakteristik yang unik, atau industrinya yang mengharuskan untuk mengguanakan metode ini. dua dari metode ini adalah sbb:
Metode kelompok dan Gabungan
Metode campuran atau kombinasi
Metode kelompok dan bangunan
Metode ini sering digunakan apabila aktiva bersangkutan cukup homogeny dan memiliki masa manfaat yang hampir sama.
contoh
Aktiva Biaya Awal Nilai Sisa Biaya yg dpt disusutkan Estimasi Umur (tahun) Penyusutan pertahun (garis-lurus)
Mobil $145.000 $24.000 $120.000 3 $40.000
Truk 44.000 4.000 40.000 4 10.000
Mobil Van 35.000 5.000 30.000 5 6.000
$224.000 $34.000 $190.000 $56.000

Tariff penyusutan gabungan = $56.000/4224.000=25%
Umur gabungan = 3,39 tahun ($190.000+$56.000)

Untuk mengilustrasikannya, anggaplah satu dari mobil Van yang memiliki harga pokok $5.000 dijual seharga $2.600 pada akhir tahun ke tiga, ayat jurnalnya sbb:
Akumulasi Penyusutan $2.400
Kas $2.600
Mobil $ 5.000


Metode campuran dan kombinasi

Metode ini bebas mengembangkan metode penyusutan sendiri yang khusus atau dibuat khusus. Sebagai contoh, metode penyussutan campuran digunakan secara luas pada industry baja yang merupakan kombinasi dari pendekatan garis lurus/aktivitas dan sering disebut metode produksi variable. Catatan beriku meliputi dari laporan tahunan WHX corporation menjelaskan satu variasi dari metode ini.
Dengan tingkat produksi baja mentah, pada tahun sebelumnya penyusutan dengan metode unit produksi yang dimodifikasi adalah $21,6 juta atau 40% lebih kecil dari penyusutan garis lurus, dan pada tahun berjalan adalah $1,1 juta atau 2% lebih besar dari penyusutan garis lurus.

Masalah Penyusutan
Penyusutan dan periode Persial atau sebagian
sebagai contoh, asumsikan bahwa suatu mesin bor otomatis dengan umur 5 tahun dibeli oleh Steeltex Company seharga $45.000(tanpa nilai sisa) pada tanggal 10 juni 2006. Tahun fiscal perusahaan ini berakhir tanggal 31 Desember. Penyusutan dibebankan untuk 6 2/3 bulan selama tahun tersebut. Total untuk penyusutan untuk setahun penuh (dengan penyusutan garis lurus) adalah $9.000 ($45.000/5), dan penyusutan untuk tahun persial pertama dalalah

( 6^(2/3))/12 x $9.000=5.000

Penyusutan dan penggantian aktiva tetap
Untuk mengilustrasikan mengapa penyusutan tidak menyediakan dana bagi pergantian aktiva tetap, asumsikan bahwa suatu perusahaan memulai operasinya dengan dengan aktiv atetap senilai $500.000, yang memiliki masa manfaat selama 5 tahun. Neraca perusahaan pada awal periode sbb:
Aktiva tetap $500.00 ekuitas pemilik $500.000

Sekarang jika kita asumsikan bahwa perusahaan tidak menghasilkan pendapatan selama 5 tahun, maka laporan laba ruginya adalah sbb:
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Pendapatan $0 $0 $0 $0 $0
Penyusutan (100.000) (100.000) (100.000) (100.000) (100.000)
kerugian $(100.000) $(100.000) $(100.000) $(100.000) $(100.000)
Total penyusutan aktiva tetap selam 5 tahun adalah $ 500.000. neraca pada akhir dari 5 tahun sbb:
Aktiva tetap $ 0 Ekuitas Pemilik $ 0


Revisi Tarif Penyusutan
Sebagai contoh, asumsikan bahwa IP Co. membeli mesin denga harga pokok awal $90.000 diestimasi memiliki nilai masa manfaat 20 tahun yanpa nilai sisa. Akan tetapi selam tahun 11 diesyimasi bahwa mesin itu akan dapat digunakan selam 20 tahun lagi. Oleh karen aitu, total umumnya adalah 30 tahundan bukan 20 tahun.penyusutan telah dicatat pada tariff 1/20 dari $90.000, atau $4.500 pertahun dengan metode garis lurus. Dengan dasar umur 30 tahun, penyusutan harus diubah menjadi 1/30 dari $90.000 , atau $3.000 pertahun. Oleh karena itu, penyusutan telah diestimasi teralu tinggi dan laba bersih dinyatakan terlalu rendah sebesar $1.500 untuk setiap tahun dari 10 tahun yang lau, atau berjumlah total $15.000. perbedaan jumlah ini dapat dihitung sbb:

Per tahun Selama 10 tahun
Penyusutan dibebankan perbuku (1/2 x $90.000) $4.500 $45.000
Penyusutan didasarkan atas umur 30 tahun (1/30 x $90.000) 3.000 30.000
Kelebihan beban penyusutan $1.500 $15.000


Beban penyusutan periode selanjutnya (motede garis lurus) didasarkan atas pembagian nilai buku yang tersisa dikurangi setiap nilai sisa dengan estimasi umur yang tersisa.

Mesin $90.000
Dikurangi: akumulasi penyusutan 45.000
Nilai buku mesin pada akhir tahun ke 10 $45.000
Penyusutan (periode masa depan) = nilai buku $45.000 : sisa umur 20 tahun = 42.250

Ayat jurnalnya untuk mencatat penyusutan atas setiap 20 tahun yang tersisa sbb:
Beban Penyusutan $2.250
Akumulasi Penyusutan—mesin $2.250

CARA PEROLEHAN AKTIVA TETAP

CARA PEROLEHAN AKTIVA TETAP

Diskon Tunai
Apabila aktiva tetap yang dibeli mendapat diskon tunai karena pembeli membayar lebih cepat, maka bagaiman diskon tersebut dilaporkan? Ada dua sudut pandang dalam hal ini :
Diskon, baik diambil atau tidak, dianggap sebagai pengurang biaya aktiva ; alasannya adalah bahwa biaya riil dari aktiva merupakan kas atau harga ekuivalen kas aktiva.
Diskon tunai tidak selalu harus dianggap sebagai kerugian karena syaratnya mungkin tidak menguntungkan atau mungkin tidak bijaksana bagi perusahaan untuk mengambil diskon itu.
Saat ini kedua metode masih digunakan, dalam prakteknya, yang lebih disukai adalah metode atau sudut pandang yang pertama.
Contoh :
Perusahaan Company srhit, membeli satu unit mesin jahit pada perusahaan Telleng dengan harga $100.000, karena pembeliannya secara tunai maka Company Srhit memperoleh diskon 10% dari harga mesin (syarat 10/15/30). Jurnalnya sbb:
Mesin $100.000
Kas $ 90.000
Diskon $ 10.000


Kontrak Pembayaran yang Ditangguhkan
Aktiva tetap sering kali dibeli atas dasar kontrak kredit jangka panjang dengan menggunakan wesel, hipotik, obligasi, atau kewajiban peralatan. Agar menrefleksikan biaya secara tepat, aktiva yang dibeli dengan kontrak kredit jangka panjang harus diperhitungkan pada nilai sekarang dari pertimbangan yang dipertukarkan antara pihak-pihak yang melakukan kontrak pada tanggal transaksi.
Jika tidak ada suku bunga yang ditetapkan, atau jika suku bunga yang dinyatakan tidak layak, maka suku bunga yang tepat harus diperkirakan. Tujuannya adalah untuk mendekati suku bunga yang akan dinegosiasikan antara pembeli dan penjual pada transakasi peminjaman sejenis. Factor yang harus dipertimbangkan perusahaan dalam memperkirakan suku bunga adalah peringkat kredit pinjaman, jumlah dan tanggal jatuh tempo wesel, serta suku bunga yang berlaku sekarang. Perusahaan menggunakan harga pertukaran kas dari aktiva yang diperoleh (jika dapat ditentukan) sebagai dasar untuk mencatat aktiva dan mengukur unsure bunga.
Contoh :
Sutter company membeli sebuah robot penyomprot cat untuk lini produknya. Perusahaan ini mengeluarkan sebuah wesel tanpa bunga berjangka 5 tahun sebesra $100.000 kepada Wrigley Robitis, Inc. untuk peralatan baru. Suku bunga yang berlaku atas kewajiban sejenis adalah 10%. Sutter akan melunasi wesel ini dalam lima pembayaran cicilan sebesar %20.000 yang dilakukan pada setiap akhir tahun. Nilai pasar wajar robot yang dibuat secara khusus ini belum dapat ditentukan Sutter dank arena itu harus diperkirakan dengan menetapkan nilai pasar (nilai sekarang) wesel tersebut. Perhitungan nilai sekarang wesel dan ayat jurnal pada tanggal pembelian serta tanggal pembayaran adalah sebagai berikut:
Tanggal pembelian
Peralatan 75.816*
Diskonto atas wesel bayar 24.184
Wesel bayar 100.000
*nilai sekarang wesel = $20.000 (PVF-OA5. 10%)
=$20.000(3.79079); (table 6-4 buku Donald E. Kieso Akuntansi II)
=$75.816

Akhir tahun pertama
Beban bunag 7.582
Wesel bayar 20.000
Kas 20.000
Diskonto atas wesel bayar 7.582

Pendekatan bunga efektif = 7.582 {($100.000 – $24.184) x 10%}
Akhir ahun kedua
Beban bunag 6.340
Wesel bayar 20.000
Kas 20.000
Diskonto atas wesel bayar 6.340

Pembelian Lump Sum
Permasalahan khusus dalam penentuan harga aktiya tetap muncul ketika perusahaan membeli sekelompok aktiva tetap pada harga lump sum (lump sum price) tunggal. Nilai pasar wajarlah yang berlaku untuk menentukan teknik penilaian yang sesuai dengan situasinya.
teknik penilaian tunggal dan ganda, dalam situasi ini teknik tunggal akan lebih tepat.
Contoh:
Sebagai ilustrasi, Norduct homes, Inc. memutuskan untuk membeli beberapa aktiva berupa pemanas kecil dari Comforgt Heating seharga $80.000 Confort Heating sedang adalam proses likuiditas, dan aktiva yang dijula adalah :
Nilai buku nilai pasar
Persediaan $30.000 $25.000
Tanah 20.000 25.000
Bangunan 35.000 50.000
$85.000 $100.000

Harga beli sebesar $80.000 akan dialokasikan Norduct Homes atas dasar nilai pasar wajar relative (dengan asumsi identifikasi khusus terhadap biaya adalah tidak praktis) dengan cara berikut:

persediaan=$25.000/$100.000 x $80.000 =$20.000
tanah =$25.000/$100.000 x $80.000 =$20.000
bangunan =$50.000/$100.000 x $80.000 =$40.000

Penerbitan Saham
Apabila property diperoleh perusahaan melalui penerbitan sekuritas seperti saham biasa, maka biaya property itu tidak dapat diukur secara tepat dengan nilai pari atau nilai tetap saham tersebut. Jika saham itu diperdagangkan secara aktif, maka nilai pasar saham yang diterbitkan meerupakan indikasi yang wajar atas biaya property yang diperoleh.
Contoh:
Sebagai contoh, Uprage Living Co. memutuskan untuk membeli beberapa tanah yang berdekatan untuk memperluas operasi karpet dan lemarinya. Sebagai pengganti pembayaran tunai atas tanah tersebut, perusahaan menerbitkan 5.000 lembar saham biasa kepada Deedland Compony (nilai pari $10) yang memiliki nilai pasar wajar $12 persaham. Uprage Living Co. akan membuat ayat jurnal berikut.
Tanah (5.000 x $12) $60.000
Saham biasa $50.000
Tambahan Modal disetor $10.000

Jika nilai pasar saham biasa yang ditukarkan tidak dapat ditentukan perusahaan, maka nilai pasar property itu harus ditentukan dan digunakan sebagai dasar untuk mencatat aktiva dan penerbitan saham biasa.

Pertukaran Aktiva Nonmoneter
Akuntansi yang tepat untuk pertukaran aktiva nonmoniter ini seperti property, pabrik, dan peralatan masih diperdebatkan atau masih kontraversial. Berikut ini beberapa pendapat:
Sebagian akuntan berpendapat bahwa akuntansi untuk jenis pertukaran ini harus didasarkan atas nilai wajar aktiva yang diberikan atau diterima, dengan mengakui suatu keuntungan atau kerugian
Sebagian akuntan berpendapat bahwa akuntansi untuk jenis pertukaran ini harus didasarkan atas jumlah yang tercatat (nilai buku) dari aktiva yang diberikan, tanpa mengakui keuntungan atau kerugian.
Sementara yang lainnya lagi memilih pendekatan yang akan mengakui kerugian dalam semua kasus, tetapi menagguhkan keuntungan dalam situasi khusus.

Pertukaran-Situasi Kerugian
Sebagai contoh, Information Processing, Inc. menukarkan mesin bekasnya dengan model yang lebih baru dari Jerrod Business Solution Inc. mesin bekas yang diberikan memiliki nilai buku sebesar $8.000 (biaya awal $12.000 dikurangi penyusutan $4.000) dan nilai wajar sebesar $6.000. mesin tersebut ditukarkan dengan model baru yang memiliki catalog sebesar $16.000. Jerrod memberikan Information Processing tombokan sebesar $9.000 untuk mesin bekas.
Information processing menghitung biaya untuk aktiva baru sebagai berikut:
Harga catalog mesin baru $16.000
Dikurangi: tombokan untuk mesin bekas 9.000
Pembayaran tunai 7.000
Nilai wajar mesin bekas 6.000
Biaya mesin baru 13.000

Information processing mencatat transaksi ini adalah sbb:
Peralatan 13.000
Akumulasi penyusutan – peralatan 4.000
Kerugian atas pelepasan peralatan 2.000
Peralatan 12.000
Kas 7.000

Kerugian atas pelepasan mesin bekas dapat diverifikasi sbb:
Nilai wajar mesin bekas $ 6.000
Nilai buku mesin bekas 8.000
Kerugian atas pelepasan mesin bekas 2.000

Pertukaran--situasi keuntungan
Contoh:
Sebagai ilustrasi, Interstate transportasi company menukarkan sejumlah truk bekas ditambah kas dengan semi truk. Truk bekas tsb memiliki nilai buku gabungan sebesar $42.000(biaya sebesar $64.000 dikurangi akumulasi penyusutan sebesar $22.000). agen pembelian Interstate, yang pernah melakukan transaksi pasar loak, menyatakan bahwa truk bekas tsb memiliki nilai pasar wajar sebesar $49.000. selain truk, Interstate juga harus membayar $17.000 tunai untuk semi-truk Interstate menghitung biaya semi truk sbb:
Nilai wajar truk yang ditukar $49.000
Kas yang dibayarkan 17.000
Biaya tanah semi—truk 66.000

Transaksi pertukaran ini adalah:
Semi—truk 66.000
Akumulasi penyusutan—Truk 22.000
Truk 64.000
Keuntungan dan Pelepasan Truk 7.000
Kas 17.000

Keuntungan merupakan selisih antara nilai wajar truk bekas dan nilai bukunya. Jumlah ini diversifikasi sbb:
Nilai wajar truk bekar $49.000
Biaya truk bekas $64.000
Dikurangi: akumulasi penyusutan 22.000
Nilai buku truk bekas $ 42.000
Keuntungan dari pelepasan truk bekas $ 7.000

Tidak ada substansi komersial—tidak ada kas yang diterima
Nilai wajar semi truk $66.000
Dikurangi: keuntunga yang ditangguhkan $7.000
Dasar semi—truk $59.000
Atau
Nilai buku truk bekas $42.000
Ditambah: kas yang dibayar $17.000
Dasar semi—truk $59.000

Mencatat transaksi ini sbb:
Semi—truk $ 59.000
Akumulasi penyusutan—Truk $22.000
Truk $64.000
Kas $17.000

Tidak ada substansi komersial—sejumlah kas diterima
Rumusnya:
(kas yang diterima)/(kas yang diterima(tompokan)+nilai wajar aktiva lain yang diterima) x keuntungan total=keuntungan yg diakui

Untuk mengilustrasikannya, asumikan bahwa Qeenan menukarkan mesin bekas yang mempunyai nilai buku $60.000(biaya $110.00 dikurangi akumulasi penyusutan $50.000) dan nilai wajar sebesar $100.000. dalam pertukaran tersebut perusahaan menerima sebuah mesin dengan nilai wajar $90.000 ditambah kas sebesar $10.000. perhitungan keuntungan total dari pertukaran tsb, sbb:
Nilai wajar mesin yang ditukarkan $100.000
Nilai buku mesin yang ditukarkan $ 60.000
Keuntungan total $ 40.000

Bagian keuntungan diakui perusahaan adalah rasio aktiva moneter (dalam hal ini adalah kas) dibandingkan dengan nilai total yang diterima. Queenan menghitung bagian keuntungan sbb:
$10.000/($10.000+$90.000) x $40.000=$4.000

Karena Queenan hanya mengakui keuntungan sebesar $4.000 dari transaksi ini, perusahaan menangguhkan sisanya sebesar $36.000 ($40.000 - $4.000) dan mengurangi dasar (biaya yang cacat) mesin baru. Ilistrasinya sbb:
Nilai wajar mesin baru $90.000
Dikurangi: keuntungan yang ditangguhkan $ 36.000
Dasar mesin baru $ 54.000
Atau
Nilai buku mesin lama $60.000
Bagian dari nilai buku yang dianggap terjual $ 6.000*
Dasar mesin baru $ 54.000

*($ 10.000)/$100.000 x $60.000=$6.000

Ayat jurnal sbb:
Kas $ 10.000
Mesin $ 54.000
Akumulasi Penyusutan—mesin $ 50.000
Mesin $110.000
Keuntungan dari Pelepasan Mesin $ 4.000


Akuntansi Untuk Kontribusi
Perusahaan kadang-kadang menjadi penerima atau pemberi kontribusi(donasi atau hadiah). Kontribusi ini sering disebut sebagai transfer tanpa timbal balek. Secara umum, kontribusi yang diterima harus diakui sebagai pendapatan dalam peride penerimaannya. Kronstribusi akan diukur pada nilai wajar aktiva yang diterima.
Sebagai ilustrasi, Max Wayer Meat Packing, Inc. baru-baru ini menerima donasi tanah dengan nilai wajar $150.000 dari Memphis Industrial Development Corp. sebagai balasan atas janji untuk membangun pabrik pengepakan di Memphis. Ayat jurnal sbb:
Tanah $150.000
Pendapatan Kontribusi $150.000

Apabila aktiva nonmoneter dikontribusikan, maka jumlah donasi itu harus dicatat sebagai beban pada nilai wajar aktiva yang didonasikan. Jika pendapat selisih antara nilai wajar aktiva dan nilai bukunya, maka keuntungan atau kerugian harus diakui. Sebagai ilustrasi, Kline Industries mendonasikan tanah yang berharga pokok $80.000 dan memiliki nilai pasar wajar sebesar $110.000 kepada kota Angeles untuk lahan parker. Kline Industries mencatat donasi ini sbb:

Beban Kontribusi $110.000
Tanah $80.000
Keuntungan atas Pelepsan tanah $30.000


Membangun Sendiri
Menbagun sendiri yaitu perolehan aktiva dengan membangun sendiri suatu aktiva sehingga siap untuk dugunakan, dan biaya-biaya yang diperlukan untuk membangun sampai jadi suatu aktiva.tersebut merupakan harga perolehan aktiva itu.
Untuk mengilustrasikan, perusahaan Company Trasport ingin membangun satu gedung untuk penyimpanan mobilnya, biaya untuk membangun gedung tersebut rinciannya sbb:
Pembelian besi $1.000.000
Pembelian semen $1.500.000
Gaji pekerja $500.000
Biaya Overhead $100.000
Jumlah biaya yang diperlukan $3.100.000

Jadi, perusahaan Company membutuhkan/menghabiskan dana sebanyak $3.100.000 untuk memperoleh(membangun) gedung(aktiva) tersebut.
Jurnalnya pada saat gedung sudah siap/diperoleh sbb:

Gedung $3.100.000
Pembelian besi $1.000.000
Pembelian semen $1.500.000
Gaji pekerja $500.000
Biaya Overhead $100.000

Alokasi Biaya (Beban) Yang Terjadi Selama Pemakaian Aktiva Tetap Dan Penyingkiran Aktiva Tetap

Alokasi Biaya (Beban) Yang Terjadi Selama Pemakaian Aktiva Tetap Dan Penyingkiran Aktiva Tetap
a. Biaya setelah akuisisi
Masalah utamanya adalah mengalokasikan biaya-biaya ini ke periode waktu yang tepat. Secara umum, biaya yang dikeluarkan untuk mempperoleh manfaat masa depan yang lebih besar harus dikapitalisasi, sementara pengeluaran yang hanya ditujukan untuk mempertahankan tingkat pelayanan tertentu harus dianggap sebagai beban. Agar biaya-biaya ini dapat dikapitalisasi, tiga kondisi berikut harus dipatuhi:
1. Umur manfaat aktiva harus meningkat
2. Kuantitas unit yang diproduksi harus meningkat
3. Kualitas unit yang diprodoksi harus ditingkatkan
Sebagai contoh, perusahaan menganngap sebagai beban atas pengeluaran yang tidak meningkatkan manfaat aktiva di masa depan. Reparasi biasa adalah pengeluaran untuk mempertahankan kondisi aktiva atau mengembalikannya pada efesiensi operasi yang normal dan harus dibebankan dengan segera.
Secara umum, terdapat empat jenis pengeluaran utama berkaitan dengan aktiva yang ada:
1. Penambahan
2. Perbaikan atau penggantian
3. Penyususnan kembali dan pemasangan kembali
4. Reparasi
Penambahan
Setiap penambahan pada aktiva tetap akan dikapitalisasi karena aktiva baru telah diciptakan. Sebagai contoh penambahan suatu bangunan sayap pada rumah sakit, atau penambahan sistem pendingin pada suatu kantor, akan meningkatkan potensi pelayanan dari fasilitas tersebut.
Permasalahannya pada masalah semacam ini adalah bagaiman cara menghitung penambahan tersebut, apakah biaya yang keluar untuk menghancurkan dinding bangunan lama itu untuk membangun ruanagn baru merupakan biaya dari penambahan iyu atau beban atau kerugian periode berjalan? Jawabannya tergantung pada tujuan awal penambahan tersebut. Jikan perusahaan tersebut mengantisipasi penambahan itu akan dilakukan nanti maka biaya penghancuran tersebut merupakan biaya yang layak untuk penambahan. Namun jika tidak mengantisipasi perkembangan ini, maka biaya penghancuran tersebut harus dilaporkan sebagai kerugian periode berjalan.
Contoh, perusahaan company Part sudah membangun satu gedung dengan harga perolehan $400.000, tapi tidak ada dinding belakangnya dan rencana Company Part ingin membangun dinding tersebut pada pertengahan yahun, pada pertangahan tahun Company part menambah/membangun dinding belakang tersebut dengan biaya $100.000. jadi jurnalnya sbb:

Gedung $400.000
Penambahan Dinding gedung $100.000
Kas $ 400.000

Perbaikan dan Penambahan
Perusahaan mengganti aktiva ke aktiva lainnya melalui perbaikan dan penambahan. Perbaikan adalah penggantian aktiva sekarang sedang digunakan dengan aktiva lain yang lebih baik (katakanlah lantai kayu dengan lantai semen). Penggantian adalah substitusi dari aktiva yang sama (lantai kayu dengan lantai kayu).
Yang menjadi masalah, apakah dengan dengan melakukan perbaikan atau penambahan ini meningkatkan potensi jasa masa depan atau hanya mempertahankan tingkat pelayanan yang ada. Jadi untuk menghitung pengeluaran ini, diperlakukan dengan salah satu dari cara berikut ini, terganting pada situasinya.
1. Menggunakan pendekatan substitusi, merupakan prosedur yang benar jika jumlah tercatat dari aktiva lama tersedia. Jika tidak dapat ditentukan nilai aktiva lama tersebut, maka cukup dengan menghapus biaya aktiva lama dan menggantikannya dengan biaya aktiva baru.
Untuk mengilustrasikannya, asumsikan bahwa instic enterpres memutuskan untuk mengganti pipa-pipa dari sistem pipa ledengnya. Sebuah perusahaan pipa ledeng menyaraankan agar pipa besi dan tube baja diganti dengan tube plastic yang beru dikembangkan pipa dan tube lama memiliki nilai buku sebesar $15.000 (biaya $150.000 dikurangi akumulasi penyusutan $135.000)
dan nilai sisa sebesar $1.000. sistem tube plastic memiliki biaya atau harga pokok sebesar $124.000 untuk tube baru setelah menukarkan dnegan tube lama, maka jurnalnya sbb:
Sistem ledeng $125.000
Akumulasi penyusutan $135.000
Kerugian pelepasan aktiva $14.000
Sistem ledeng $150.000
Kas ($125.000-$1.000) $ 124.000

2. Mengkapitalisasi biaya baru
Semua biaya yang keluar untuk perbaikan dan penggantian harus dikapitalisasi, walaupun nilai aktiva lama tidak dikeluarkan dari akun, namun penyusutan yang mencukupi telah diperhitungkan atas pos tersebut untuk mengurangi nilai tercatat menjadi hampir nol.
3. Membebankan ke Akumulasi Penyusutan
Sewaktu-waktu kuantitas atau kualitas aktiva itu sendiri tidak dapat ditingkatkan, tetapi umur manfaatnya dapat diperpanjang.dalam kasus ini perusahaan dapat mendebet pengeluaran ke akumulasi penyusutan dan bukan ke akun aktiva.

Penyusunan Kembali dan Pemasangan Kembali
Merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk memberikan manfaat di periode masa depan. Contoh, pemasangan kembali dan penyususnan kembali sekelompok mesin untuk memudahkan produksi di masa depan. Jika sebuah perusahaan dapat menentukan atau mensasigestimasi biaya pemasangan awal dan akumulasi penyusutan yang dihitung sampai tanggal sekarang, maka biaya tersebut diperlakuakan sebagai penggantian . jika tidak, maka maka biaya baru itu (jika jumlahnya material) harus dikapitalisasi aktiva yang akan diamortisasi selama periode masa depan yang diharapkan menerima manfaat. Jika biaya tidak material, jika tidak dapat dipisahkan dari beban operasi lainnya, atau jika manfaat masa depannya masih diraguakan, maka hal itu harus dengan segera dibebankan.

Reparasi
Reparasi biasa adalah pengeluaran yang dilakukan untuk mempertahankan aktiva tetap berada dalam kondisi siap operasi. Biaya ini dapat dibebankan kea kun beban selama periode terjadinya, atas dasar bahwa periode tersebut merupakan periode yang paling banyak menerima manfaat. Penggantian komponen kecil, pelumasan, dan penyetelan peralatan, pengecekan kembali, dan pembersihan adalah contoh dari beban pemeliharaan yang dikeluarkan secara teratur serta diperlakukan sebagai beban operasi biasa. Pertimbangannya di sini adalah apakah pengeluaran tersebut member manfaat lebih dari satu tahun atau satu siklus operasi.
Reparasi besar (seperti turun mesin) terjadi, maka beberapa periode menerima manfaat dan biaya itu harus diperlakukan sebagai penambahan, perbaikan atau penggantian.
Untuk mengilustrasikannya, asumsikan bahwa cricket company mengestimasikan bahwa total beban reparasi selama tahun berjalan adalah $720.000. cricket memutuskan untuk membebankan sebagian biaya reparasi ke masing-masing kuartal walaupun total biaya tahun berjalan akan terjadi hanya pada dua kuartal.
Akhir kuartal pertama(baiaya reparasi yang terjadi nol)
Beban reparasi $180.000
Penyisihan untuk reparasi(1/4 x $720.000) $180.000
Akhir yahun kedua(biaya reparasi yang terjadi $344.000)
Penyisihan untuk reparasi $344.000
Kas, hutang, gaji, dll $344.000
Beban reparasi $180.000
Penyisihan untuk reparasi(1/4 x $720.000) $180.000
Akhir kuartal ketiga(biaya reparasi yang terjadi nol)
Beban reparasi $180.000
Penyisihan untuk reparasi(1/4 x $720.000) $180.000
Akhir kuartal keempat (biaya reparasi yang terjadi $380.000)
Penyisihan untuk reparasi $380.000
Kas, hutang, gaji, dll $380.000
Beban reparasi $184.800
Penyisihan untuk reparasi $184.800
($344.000+$380.800-180.000-$180.000-$180.000)


Disposisi Aktiva Tetap( Penyingkiran Aktiva Tetap)
Sebuah perusahaan, mungkin dapat menarik aktiva tetap secar sukarela atau melepaskan sebagai penjualan, pertukaran, konversi terpaksa atau pembuangan. Tanpa memperhatikan eaktu pelepasan, penyusutan harus dihitung hingga tanggal disposisi. Kemudia semua akun yang berhubungan dengan aktiva harus duhilangkan. Umumnya nilai buku aktiva tetap tertentu tidak sama dengan nilai pelepasannya. Akibatnya, timbul keuntungan atau kerugian. Penyebabnya adalah: penyusutan merupakan estimasi atas alokasi biaya dan bukan proses penilaian. Keuntungan atau kerugian sebenarnya merupakan koreksi laba bersih untuk tahun-tahun selama aktiva tetap digunakan.
Perusahaan seharusnya menunjukkan keuntungan atau kerugian aktiva tetap dalam laporan laba rugi bersama dengan pos pos lainnya yang muncul dari aktiva bisnis. Akan tetapi, jika “operasi segemn perusahaan” dijual, dihentikan, atau dilepaskan, maka hasil dari “oprasi berlanjut” harus dilaporkan secara terpisah dari operasi yang dihentikan”. Setiap keuntunagn atau kerugian dari pelepasan segmen perusahaan harus dilaporkan bersama dengan hasil yang berkaitan darinoperasi yang dihentikan.
Penjualan Aktiva Teatp
Penyusutan harus dicatat selama periode waktu antara tanggal ayat jurnal penyusutan terakhir dibuat dan atnggal penjualan. Untuk mengilustrasiaknnya, asumsikan bahwa Barret company mencatat penyusutan mesin yang berbiaya $18.000 selam 9 tahun sebesar $1.200 pertahun. Jika mesin itu dijual pada pertengan tahun kesepuluh seharga $7.000, maka Barret mencatat penyusutan pada tanggal penjualan adalah sbb:
Beban penyusutan $600
Akumulasi penyusutan—mesin $600
Ayat jurnal untuk penjualan aktiva dalah sbb:
Kas $700
Akumulasi penyusutan—mesin $11.400
{($1.200 x 9) + $600}
Mesin $18.000
Keuntungan atas pelepasan mesin $400
Nilai buku mesin pada saat penjualan adalah $6.600 ($18.000 - $11.400); karena mesin dijual seharga $7.000, maka jumlah keuntungan dari penjualan adalah $400.

Konversi Terpaksa
Kadang-kadang pelayanan suatu aktiva berkhir karena konversi terpaksa, seperti kebakaran, banjir, pencurian, atau pembebasan. Selisih antara yang dipulihkan (misalnya dari ganti rugi pembebasan atau klaim asuransi) dan nilai buku aktiva tersebut juka ada, dilaporkan sebagai keuntungan atau kerugian. Keuntungan atau kerugian biasanya dilaporkan dalam bagian pos luar biasa pada laporan laba rugi, jika kondisi disposisi itu bersifat tidak biasa atau jarang terjadi.
Untunk mengilustrasikannya, asumsikan bahwa Camel Transport terpaksa menjual pabriknay yang berlokasi tanah perusahaan yang berdiri tepat pada jalur jalan raya antarnegara. Selam beberapa tahun Negara bagian bersangkutan telah berusaha untuk membeli tanah tempat pabrik tersebut berdiri, tetapi perusahaan menolak. Negara bagian itu akhirnya menggunakan haknya atas wilayah dan pengajukan ke pengadilan. Dalam penyelesaian perkara ini, Camel menerima $500.000, yang jatuh lebih besar dari nilai buku pabrik dan tanah sebesar $200.000 (biaya $400.000 dikurangi akumulasi penyusutan $200.000). Camel membuat jurnal sbb:
Kas $500.000
Akumulasi penyusutan $200.000
Aktiva Pabrik $400.000
Keuntungn atas pelepasan aktiva $300.000
Jika kondisi yang melingkupi pembebasan ini diniali tak lazim dan jarang terjadi, keuntungan Camel sebesar $300.000 dilaporkan sebagai pos luar biasa.

M

Rabu, 24 November 2010

EI

EKONOMI ISLAM:
SISTEM EKONOMI BERMORAL PASCA KAPITALISME
Moch. Yazid Afandi, M.Ag
A. Pendahuluan
Adalah Helmut Schimdt, mantan kanselir Republik Federasi Jerman, pernah menampakkan kegusarannya terhadap perkembangan ekonomi dunia yang ia nyatakan semakin tidak menentu. Ia berujar, “Ekonomi dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama sekali tidak menentu”. Sebuah pandangan pesimis terhadap kondisi perkembangan ekonomi dunia.
Senada dengan mantan Kanselir Jerman tersebut, -namun bertutur ke ranah yang lebih faktual-, Henry Kissinger mencatat, kondisi ekonomi dunia dihantui oleh tingginya tingkat inflasi per tahun, tingginya tingkat suku bunga, fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat, semakin bertambahnya tingkat pengangguran, dan lain-lain. Kondisi ini akan diperparah oleh ancaman kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidak adilan sosio-ekonomi, ketidakmampuan kembali negara-negara ketiga untuk membayar hutang mereka dan resesi eonomi akan menjadi kenyataan pahit yang harus diterima masyarakat dunia. Kissinger seolah-olah ingin mengatakan bahwa, ada ketidak beresan terhadap aktifitas para pelaku ekonomi dunia, hingga melahirkan berbagai macam kondisi faktual yang cenderung menyengsarakan.
Pandangan tersebut menggambarkan sebuah kekhawatiran yang cukup mengejutkan dari salah seorang pemimpin dunia yang tentunya sangat paham dengan arah dan perkembangan ekonomi dunia modern. Dengan sikap dan pernyataan yang ditunjukkan oleh Mantan Kanselir Jerman, dan juga pemikir ekonomi Hanry Kissinger tersebut, sangat wajar jika kemudian muncul sebuah pertanyaan terhadap konsep ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat dunia saat ini yang memunculkan sikap pesismisme itu. Hal ini penting untuk diungkap sebagai sebuah upaya untuk mencari jawaban dan alternatif lain, jika sistem ekonomi yang bergerak saat ini berada dalam kondisi yang tidak wajar, atau bahkan akan menjerumuskan umat manusia ke jurang penghancuran (bukan Kehancuran).
Melihat kenyataan di atas, para ahli ekonomi dunia bukan tidak melakukan langkah-langkah kreatif untuk mengantisipasi semakin memburuknya ekonomi Dunia. Mereka mencoba untuk membongkar sesuatu yang mereka anggap “salah” dalam melakukan praktek-praktek ekonomi. Mereka memunculkan simptom–simptom, misalnya; menguji ketidak seimbangan anggaran belanja dan pengeluaran, timbulnya kecenderungan proteksi, menguji efektifitas bantuan asing, kerjasama internasional yang tidak memadai dan lain-lain. Semua upaya tersebut dilakukan atas kesadaran bahwa ada “sesuatu” yang salah dalam praktek ekonomi dunia dan perlu dibenahi untuk mewujudkan tertata rapinya ekonomi ke depan. Kenyataan ini sekaligus menegaskan bahwa dunia telah terancam “krisis” karena ada sesuatui yang salah dalam praktek ekonominya.
Daniel Bell mencatat, bahwa kondisi perekonomia modern di hadapkan pada berbagai dilema perekonomian yang menyebabkan munculnya kondisi perekonomian yang tidak wajar dan berujung pada resesi. Berbagai dilema tersebut berporos pada tiga hal yaitu; kerakusan borjuis, masyarakat demokratis yang tak terkendali dan etos individualistis. Kerakusan borjuis meniscayakan munculnya para pelaku ekonomi yang hanya mementingkan aspek pendapatan kepuasan material yang tiada batas. Agenda “puas dan tidak puas” diukur dari seberapa besar mereka mendapat kuntungan material, dengan menafikan hal-hal mendasar yang dibutuhkan manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain. Akhir dari pencarian kepuasan seperti inilah yang dapat menimbulkan berbagai macam eksploitasi dan penindasan oleh si kuat kepada si lemah.
Demokrasi adalah jalan terbaik diantara pilihan yang buruk. Meskipun dalam wacana politik kehadirannya dibutuhkan, namun ia bukan tanpa cacat. Kelemahan demokrasi yang paling mendasar adalah tiadanya jaminan moral terhadap pelakunya. Demokrasi membenarkan kemenangan bagi yang mendapat dukungan kuantitatif terbesar tanpa dibarengi dengan penyaringan kualitas bagi para kompetitornya. Akibat yang ditimbulkan, kemungkinan munculnya seorang pemenang yang kualitas moralnya di bawah standar. Demokrasi yang tak terkendali akan memproduk para pelakunya menjalankan kebijakan tanpa dibarengi dengan landasan moralitas.
Dalam ekonomi modern, - dan ini merupakan core dalam wacana kapitalisme-, borok yang paling mengkhawatirkan adalah sangat dominannya etos individulistis. Etos individualistis mempertahankan paham kebebasan individu dalam mengejar kepentingan dan keuntungan. Kepentingan individu bersifat absolut dan tidak boleh ada intervensi oleh siapapun. Ranah sosial bukan merupakan agenda utama, meskipun sedikit mendapat perhatian. Jika ranah sosial tidak lagi menjadi peetimbangan yang serius, maka akibat yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap persoalan-persoalan sosial.
Gambaran singkat dari pangkal boroknya perekonomian modern di atas, menunjukkan sangat perlunya melakukan kajiaan ulang terhadap landasan praktek ekonomi modern. Di samping itu, berbagai persoalan yang muncul yang menjadi kecemasan para pemerhati ekonomi –sebagaimana yang ditunjukkan oleh Henry Kissinger di atas-, lebih dari sekedar kesalahan dalam pengambilan policy. Rekonstruksi ideologis adalah jalan yang paling tepat untuk mengawali tatanan sistem perekonomian menuju paraktek ekonomi yang berkeadilan.
Berangkat dari sini, langkah-langkah antisipatif yang dilakukan oleh para ahli untuk mengobati semakin buruknya kondisi ekonomi modern tersebut, terlihat sangat dangkal. Dengan langkah tersebut, memang untuk saat tertentu akan dapat mengobati luka yang menganga. Namun untuk jangka panjang masalah tersebut sangat mungkin akan muncul kembali, bahkan mungkin akan lebih besar. Hal ini akibat dari langkah pengobatannya bersifat “kosmetikal”, tidak menyentuh pada persoalan yang mendasar.
Kondisi faktual merosotnya kualitas ekonomi sebagaimana yang dikhawatirkan oleh dua tokoh dunia di atas tidak hanya memerlukan penanganan yang bersifat kosmetikal. Namun diperlukan upaya pembongakaran “ideologi” dari pelaku ekonomi yang mendasari praktek-praktek ekonomi. Diperlukan sebuah koreksi total dari para pelaku ekonomi, agar mereka dalam beraktifitas ekonomi selalu memperhatikan aspek kesehatan sosial yang terpancar dari karakter dan diri pribadi di atas kesadaran para individu. Praktek ekonomi bukan hanya disandarkan pada kepentingan pengumpulan profit semata, namun yang lebih penting dari itu, harus ada transformasi moral dari para pelaku ekonomi, hingga terwujud sebuah interaksi positif yang tidak saling mencelakakan. Dan ada jaminan bagi keberlangsungan kepentingan-kepentingan sosial bagi para pelaku ekonomi.
Masyarakat modern tampaknya menyuguhkan fenomena yang jauh dari prinsip tersebut. Dalam melakukan praktek ekonomi mereka hanya mempertimbangkan aspek pemenuhan material yang bersifat sangat individualistis. Sehingga sebuah keniscayan, jika kemudian muncul sebuah praktek-praktek ekonomi yang bersifat eksploitatif atau bahkan penjajahan dalam bentuk yang lebih halus.
Di sinilah, Islam tampil menawarkan prinsip-prisip dasar yang dapat dijadikan landasan untuk berekonomi. Landasan moral-religius Islam yang menjadi core dalam segala aktifitas perekonomian, merupakan sumbangan emas bagi tertata rapinya perekonimian dunia menuju kondisi yang berkeadilan. Pengakuan hak individu, bagi Islam, tidak secara mutlak, namun pada waktu yang bersamaan, ada hak orang lain yang mesti menjadi perhatian. Keseimbangan antara hak-individu dan hak orang akan menjamin keselaran dan keadilan dalam praktek ekonomi.
Namun demikian, nampaknya hegemoni kapitalisme yang cenderung hedonistik, seolah membenamkan nilai emas yang ditawarkan Islam. Masyarakat dunia sudah terlanjur terkuasai oleh pola pikir kapitalis, sehingga yang menjadi pertimbangan pokok dalam ber-ekonomi adalah semata-mata mencari keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan hak orang lain.
Untuk itu, masih diperlukan upaya pemantapan gagasan Ekonomi Islam di tengah-tengah hegemoni kapitalisme. Hal tersebut akan berhasil jika, secara faktual Ekonomi Islam mampu bersaing bahkan mampu menawarkan konsep yang rasional dan aplicable bagi terbenahinya kondisi perekonomian. Tulisan ini mencoba memberikan prinsip-prinsip dasar dan orientasi Ekonomi Islam. Pemaparan tentang etika dan aspek sosial juga akan dilakukan, untuk mempertegas bahwa dalam Islam, praktek Ekonomi dimaknai sebagai pemenuhan terhadap “tugas suci” manusi dari Allah SWT sebagai Khalifatullah fi al-Ardl. Maka dengan mendasarkan nilai-nilai seperti ini, akan menjadikan manusia yang selalu mempertimbangkan kemaslahatan bagi alam sekitar dibanding dengan pengerukan keuntungan semata. Di samping dua hal di atas, dalam tulisan ini juga akan diungkap tentang begitu kuatnya “pemikiran” kapitalisme dalam benak para pelaku ekonomi. Hal ini dirasa penting, mengingat hampir semua orang sepakat bahwa, kapitalisme memberi andil besar bagi memburuknya kondisi perekoniman dunia. Oleh karena itu, perlu adanya tawaran konsep lain sebagai penawar bagi konsep kapitalisme ini. Bagian terakhir dari tulisan ini, diarahkan untuk mengajak pembaca tentang pentingnya memapankan Ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat –yangs secara tidak sadar- terkuasai oleh pola pikir kapitalis.
B. Antara Etos Kerja dan Etika dalam Ekonomi Islam.
Dalam kegiatan ekonomi, etos kerja adalah variabel yang paling dominan untuk menentukan kesuksesan seseorang. Kesuksesan dalam arti dapat memperoleh target-target material yang diinginkan seseorang. Etos kerja merupakan “bahan bakar” seseorang yang akan selalu menyalakan api semangat dalam berusaha. Islam sangat memperhatikan hal tersebut. Islam tidak membiarkan individu-individu menjadi pemalas, dan hidup dalam tanggungan orang lain.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa suatu ketika Nabi SAW kedatangan seorang sahabat Ansor yang meminta-minta, namun kondisi fisiknya terlihat sehat. Kemudian terjadilah percakapan antara Nabi SAW (NB) dan Sahabat Ansor (SA) tersebut;
NB : “Apakah masih ada sesuatu (yang kamu miliki) di rumahmu?”
SA : “Ada ya Rasulallah. Barang yang masih ada hanyalah bekas kain pelana yang sebagian kami pakai dan sebagian lagi untuk tempat duduk, dan satu lahi mangkuk buat minum”.
NB : “Pergilah dan ambil bawa ke sini!”
Lalu lelaki Ansor tersebut berangkat mengambil barang miliknya yang terakhir, kemudian menyerahkannya kepada Nabi SAW. Nabi kemudian mengumpulkan para sahabat, kemudian melelang barang tersebut;
NB SAW. : “ Siapakah yang mau membeli barang ini?”
Shabt lain: “Saya membelinya satu dirham”
NB SAW : “Siapa yang berani melebihinya? (Nabi mengulanginya tiga kali)
Sahabat lain : “saya mau mengambilnya dengan harga dua dirham.”
Kemudian oleh Nabi SAW diberikan barang tersebut kepada sahabat yang menawar tertinggi. Kemudian Nabi SAW menyerahkan uang hasil lelangnya kepada sahabat Ansor, pemilik barang itu, lalu berkata:
“ Separuh uang ini kamu belikan makanan untuk keluargamu di rumah dan separuhnya lagi kamu belikan kampak dan bawalah kepadaku ke sini”.
Sahabat Ansor tersebut segera memenuhi perintah nabi SAW, kemudian dia kembali kepada Nabi membawa kampak yang baru ia beli, kemudian Nabi SAW menyambutnya seraya memegang erat tangannya dan menyerahkan sebatang kayu ke dalam tangannya, sambil bersabda:
“Berangkatlah engakau sekarang mencari dan menebang kayu, lalu juallah. Jangan datang kepadaku dalam waktu lima belas hari”
Kemudian lelaki tersebut pergi ke bukit mencari kayu kemudian menjualnya. Sesudah lewat lima belas hari, dia datang kembali kepada Nabi, dan tangannya menggenggam uang sebanyak sepuluh dirham. Uang tersebut sebagian untuk membeli makanan, sebagian untuk membeli pakaian dan sebagian yang lain disimpan untuk modal selanjutnya. Melihat hal tersebut Nabi SAW berkomentar :
“Perbuatan ini lebih baik bagimu daripada kamu hidup mengemis dan meminta-minta, yang nanti akan menjadi cacat bagi mukamu pada hari kiamat. Sesungguhnya kerja meminta-minta tidaklah dibolehkan, kecuali pada tiga saat yang genting; pada saat kelaparan yang sangat, pada saat punya hutang yang memberatkan atau pada saat membayar denda yang memberatkan”.
Riwayat di atas menunjukkan sebuah cara penanganan Nabi SAW terhadap persoalan kemiskinan yang sarat dengan pelajaran tentang etos kerja bagi manusia yang sebenarnya mampu bekerja. Bahwa Nabi SAW sebagai pemimpin, saat di datangi peminta-minta tidak mau memberi barang yang sifatnya konsumtif. Nabi SAW justru memberikan dorongan untuk dapat melakukan usaha-usaha produktif untuk memenuhi kebutuhan keluarga orang tersebut. Setidaknya fenomena seperti ini mengisaratkan bahwa etos kerja menjadi perhatian serius oleh Islam. Seorang peminta-minta adalah simbol dari orang yang tidak memiliki etos kerja, dan oleh karena itu, Nabi SAW memberikan jalan keluar agar mereka mendapatkan harta tidak dengan cara-cara orang malas bekerja.
Di samping itu, Islam juga tidak membiarkan seseorang sukses secara “membabi buta” tanpa memandang dan memperhatikan aspek etika dalam memperoleh kesuksesan tersebut. Keberhasilan seseorang dalam memperoleh target-target material, harus dibarengi dengan keberhasilan mereka dalam berpegang teguh pada etika. Kegagalan seseorang yang memperoleh kesusksesan dalam berpegang teguh pada aspek etis ini, akan meniscayakan sebuah kesuksesan yang dilalui dengan cara-cara eksploitatif. Maka, antara etos kerja – yang menjadi prasarat tercapainya kesuksesan-, dengan aspek etis –yang menjadi dasar interaksi sehat antar sesama manusia- adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Abdurrahman Azzam meriwayatkan tentang seorang saudagar Islam yang bernama Yunus bin Obaid. Ketika waktu Shalat Tiba, Yunus bin Obaid pergi ke masjid, dan dia menyuruh anak saudaranya untuk menjaga barang dagangannya. Kemudian datang seseorang dari kota yang berkeinginan membeli kain, seraya menanyakan tentang harga kain itu. Kain yang semestinya berharga 200 dirham oleh anak saudara Yunus dijual 400 dirham.
Di tengah jalan Yunus bin Obaid bertemu pembeli kain tersebut dan dia menanyakan harganya. Pembeli kain menjawabya bahwa, kain tersebut dibelinya seharga 400 dirham. Yunus bin obaid terkejut mendengarnya, dan meminta pembeli itu kembali ke tempat ia membelinya. “Harga kain ini tidak melebihi 200 dirham”, kata Yunus bin Obaid. “Tidak apa-apa kain ini saya beli 400 dirham, di tempatku harga kain seperti ini 500 dirham”. Jawab pembeli tersebut. Kemudian Yunus Bin Obaid menimpalinya; “pergilah dan kembalilah, sesungguhnya nasehat dalam agama lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Sesampainya di tempat jual beli itu, Yunus bin Obaid mengembalikan 200 dirham kepada pembeli kain tersebut, yang harga sebenarnya hanya 200 dirham. Kemudian Yunus menegur anak saudaranya, dan terjadi percakapan;
Yunus : “Apakah kamu tidak merasa malu? Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah? kamu mengambil keuntungan sampai berlipat, dan kamu meninggalkan nasehat dari sesama muslim.”
Anak : “Demi Allah, dia membelinya dan itu atas kerelaan dia sendiri.”
Yunus : “Betul! Namun, apakah kamu senang menjual baginya dengan harga yang kamu sendiri tidak senang untuk dirimu sendiri?”
Riwayat di atas menggambarkan tentang praktek ekonomi yang sangat erat kaitannya dengan etika sosial. Menurut hukum ekonomi an sich, keuntungan berlipat yang didapatkan seseorang dari transaksi sebuah barang-apalagi dari orang yang tidak tahu- adalah sah dan tidak salah. namun, hal tersebut tampak tidak wajar dari sisi etika kemanusiaan.
Dua riwayat di atas cukup dapat dijadikan gambaraan, bahwa Islam sangat memperhatiakn etos kerja yang harus dimiliki oleh seseorang. penanganan Rasulullah terhadap problem seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti disebutkan dalam riwayat di atas, adalah bentuk dorongan ajaran Islam agar seseorang dapat bekerja secara wajar.
C. Nilai Etika dan Sosial dalam Ekonomi Islam
Kehadiran Islam ke dunia ditujukan untuk memenuhi semua tuntutan kehidupan, memerangi kemiskinan dan merealisasikan kemakmuran dalam semua sisi kehidupan. Islam merupakan akidah, ibadah, moral syariat, hukum, keputusan dan perdagangan. Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, dalam Islam telah tergariskan sebuah jalan hidup yang sempurna untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat, tidak saja menjaga keselamatan individu, namun juga keselamatan masyarakat umum.
Dalam persoalan Ekonomi, ada perbedaan prinsip yang cukup signifikan antara istilah Ekonomi Islam dengan Ekonomi yang lain. Dr. Muhammad bin Abdullah al-Araby mendefinisikan Ekonomi Islam; adalah kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari al-Qur’an, sunnah dan pondasi ekonomi yang dibangun atas dasar pokok-pokok itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu.
Sedangkan Dr Muhammad Syauki al-Fanjari mendefinisikannya; Ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan dan mengatur praktek-praktek ekonomi yang sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dua defenisi tersebut menegaskan bahwa, dalam Ekonomi Islam, ranah religiousity Value menjadi dasar setiap aktifitas dan semua transaksi yang dilakukan. Ia adalah sebuah prinsip umum yang sangat diperlukan bagi pembentukan watak pribadi yang bertanggungjawab dan mengedepankan kejujuran.
Nilai-nilai religiusitas yang menjadi prinsip dasar dalam ekonomi Islam – yang tidak ditemukan dalam sistem ekonomi lainnya-, antara lain; pertama, Ekonomi Islam diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang digali dari nilai-nilai ketuhanan. Maka, ia mengenal batasan-batasan yang harus dipatuhi umat manusia, yang dikenal dengan istilah halal dan haram. Lebih jauh, batasan halal dan haram ini akan berakibat pada ancaman keselamatan tidak saja di dunia, namun juga di akhirat kelak. Kepatuhan manusia kepada halal dan haram ini juga diyakini sebagai sebuah wujud ketundukan manusia pada Tuhannya. Kualitas ketundukan manusia kepada halal dan haram -yang terletak di semua bentuk aktifitas ekonomi- diyakini akan menjadi jaminan manusia untuk berprilaku jauh dari penyimpangan dan eksploitatif.
Kedua, Islam memandang bahwa, pemilik dari semua sumber daya alam adalah SWT. Berbagai jenis sumber daya tersebut merupakan titipan Allah SWT kepada manusia untuk dikelola secara baik demi kesejahteraan alam dan manusia. Posisi manusia hanya sebatas “yang diserahi/dititipi” bukan sebagai pemilik yang sesungguhnya. Posisi seperti ini dalam terminologi Islam disebut dengan Khalifatullah fil ardl. Maka dengan posisi seperti ini konsep kepemilikan individu dalam Islam tidak mutlak.
Ketiga, Dengan berdasarkan pada pandangan bahwa kepemilikan individu tidak bersifat mutlak, Ekonomi Islam selalu mempertimbangkan keseimbangan kepemilikan individu dan kepentingan sosial. Pengakuan terhadap hak individu dibarengi dengan penegasan adanya hak orang lain yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang telah memenuhi kriteria tertentu. Di sana terbangun sebuah sikap yang memperkuat individu dan haknya dalam kepemilikan, dan pada waktu yang sama juga menumbuhkan perasaan tanggung jawab sosial. Ekonomi Islam meletakkan kepentingan individu sebanding dengan kepentingan masyarakat. Prinsip seperti ini, memberikan keleluasaan individu untuk berkompetisi memperoleh haknya, namun tetap dalam koridor kepentingan masyarakat dengan nilai-nilai universalitasnya.
Keempat, dalam Islam aktifitas ekonomi seseorang diarahkan untuk menjamin keselarasan dan kesejahteraan bersama, bukan untuk menumpuk kekayaan seseorang semata. Prinsip ini meniscayakan dapat tersebarnya harta secara adil dan merata ke segenap masyarakat. Islam mengecam keras terhadap praktek monopoli, penumpukan, dan tersentralnya harta pada seseorang tanpa mempertimbangkan kemerataan harta tersebut.
Kelima, Semua aktifitas manusia harus dibangun di atas orientasi Ta’abud ila-Allah. orientasi ini meniscayakan penafian semua orientasi hidup manusia, kecuali pada Yang Maha Pencipta. Manusia diajari untuk berprilaku bahwa semua yang kasat mata bersifat sementara dan fana’. Dalam kesementaraan inilah maka ia tidak patut untuk dianggap sebagai “yang satu-satunya” yang dapat menyebabkan manusia diperbudak olehnya. Inilah sebuah ajaran yang dahsyat untuk membentuk pribadi yang tangguh dan sekaligus memiliki sensitifitas tinggi terhadap alam sekitar. Demikian juga dalam persoalan ekonomi. Dengan berdasarkan pada prinsip di atas, aktifitas ekonomi manusi dalam Islam diarahkan untuk semata-mata pengabdian pada Allah. Sehingga tidak semestinya jika manusia harus menjadikan materi sebagai dasar dalam beraktifitas.
Di atas lima prinsip itulah Ekonomi Islam dibangun. Berbeda dengan praktek ekonomi lain, praktek ekonomi Islam dipraktekkan dan dikendalikan bukan oleh hasrat dan pengalaman seseorang semata, namun juga dipandu oleh pedoman-pedoman normatif yang diyakini dari Dzat Yang Maha Ghaib. Bahkan panduan normatif ini menjadi instrumen utama dalam menganalisa gejala-gejala perekonomian yang berlaku serta dipakai untuk menentukan arah perjalanan perekonomian ke depan. Dari sinilah ekonomi Islam meniscayakan munculnya sebuah interaksi bisnis yang mengedepankan kebersamaan dan kesejahteraan bersama, hingga dapat mengantarkan masyarakat yang jauh dari eksploitasi dan saling mendzalimi.
D. Problem Kapitalisme dan Upaya Pembumian Ekonomi Islam
Sebagaimana disinggung dalam pendahuluan, cengkeraman kapitalisme menimbulkan banyak masalah sosial yang harus dibayar oleh sistem ini. Persoalan negatif yang ditimbulkan tersebut khususnya berpengaruh pada para pelaku ekonomi. Ambillah misalnya krisis 2001 dengan munculnya kasus Enron di Amerika; yang terjadi adalah krisis kepercayaan disebabkan oleh karena skandal akuntansi dan etika di kalangan manajemen dan profesional (akuntan dan analis) yang mengelola perusahan Amerika tersebut. Mereka ini melakukan kerja sama strategis untuk meraup keuntungan dari sistem yang ada.
William Webster yang telah ditunjuk untuk mengisi jabatan Accounting Oversight Board mengundurkan diri pada 11 November 2002, karena skandal keuangan. Bahkan integritas dan independensi Ketua SEC saat itu, Harvey L Pitt pun diragukan karena kedekatannya dengan industri akuntansi, yang seharusnya menjadi pengawasnya. Keadaan ini menggambarkan bagaimana sistem kapitalis itu sebenarnya sangat rentan dengan hal-hal yang bersifat manusia yang disebabkan oleh hawa nafsu serakah manusia yang sebenarnya dalam ekonomi Islam sudah diatur sedemikian rupa sehingga manusia dan segala keserakahan hawa nafsunya harus tunduk pada kepentingan yang lebih luhur dan lebih kekal bukan kepentinga sesaat atau sepihak.
Sistem kapitalis itu sendiri akan mengulangi kesalahan-kesalahan lama dan terus berulang jika sifat dasar, filosofinya tidak diperbaiki. Sifat dasar kapitalisme memang dari awalnya tidak adil, karena visi dan misinya hanya mengutamakan 'pemilik modal'. Pemilik modal sebagai motor penggerak, inisiator, leader dan otomotis juga sebagai penerima keuntungannya. Pihak lain seperti tenaga kerja, profesional adalah para pelayan yang harus mengikuti apa kata pemilik modal.
Kapitalisme juga mengabaikan aspek transenden, ketuhanan dan hal hal yang bersifat ghaib. Dasar fisolofi rasionalisme sekular inilah yang menimbulkan ketidakseimbangan alam sehingga menimbulkan berbagai krisis yang berkelanjutan. Kapitalisme modern saat ini dibangun dengan monetary based economy bukan real based economy. Ia didominasi oleh permainan-permainan ekonomi yang tidak riil. Permainan seperti ini hanya akan meniggikan.
Rente ekonomi diperoleh bukan dari melakukan kegiatan investasi produktif tetapi dari investasi spekulatif. Bahaya potensial berikutnya yang akan dihadapi seandainya masih terus mengamalkan sistem kapitalisme ini adalah runtuhnya sistem keuangan. Tanda tanda ini sudah ada sebagaimana angka-angka tentang efek negatif monetary based economy yang dijelaskan oleh keadaan negara-negara maju dan negara berkembang.
Di Negara seperti Jepang, China dam Jerman industri ini semakin mengkhawatirkan. Di Indonesia kita sudah rasakan krisis perbankan 1997 yang telah melahirkan krisis keuangan dan ekonomi yang berkepanjangan. Krisis perbankan ditutupi dengan pembentukan BPPN serta berbagai upaya merger, akuisisi dan lain sebagainya untuk menutupi kesalahan sektor ini. Paling tidak Rp 800 triliun uang rakyat terpaksa disumbangkan (disubsidi) untuk para konglomerat serta para pejabat (sebagai pengambil keputusan) untuk menutupi krisis perbankan ini.
Momentum krisis dengan 'dokter' IMF yang ternyata tidak memberi penyeleseian berarti, seharusnya menyadarkan para pelaku ekonomi untuk mengingat kembali beberapa konsep ekonomi Bung Karno atau Bung Hatta, yang populer disebut Berdikari. Sebuah praktek ekonomi yang mendasarkan pada demokrasi ekonomi, ekonomi kerakyatan dan ekonomi yang bebas dari ketergantungan pada satu kekuatan. Gagasan Bung Karno yang mempopulerkan ekonomi berdikari, jika pada saat yang bersamaan mendasarkan diri pada nilai-nilai lima prinsip –sebagaimana disebut dalam sub bab sebelumnya-, maka sebenarnya itulah core dari Sistem Ekonomi Islam.
Sebenarnya sejak dekade 70-an telah mulai dipraktekkan Ekonomi Islam dan Lembaga Keuangan Islam dalam tatanan dunia Internasional. Kajian Ilmiah tentang Sistem Ekonomi Islam marak menjadi bahan diskusi di kalangan akademisi di berbagai Universitas Islam. Hasil kajian tersebut dalam tataran aplikatif mulai menuai hasilnya dengan didirikan Islamic Development Bank di Jeddah tahun 1975 yang diikuti dengan berdirinya bank-bank Islam dikawasan Timur Tengah. Hal ini bahkan banyak menggiring asumsi masyarakat bahwa Sistem Ekonomi Islam adalah Bank Islam, padahal Sistem Ekonomi Islam mencakup ekonomi makro, mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, public finance, model pembangunan ekonomi dan instrumen-instrumennya.
Meski diiringi oleh sikap skeptis dari beberapa kalangan, sistem ekonomi Islam telah menampilkan wujudnya yang “beda” dengan sistem ekonomi lainnya. perbedaan yang paling mendasar terletak pada sandaran filosofisnya. Sistem Ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam secara integral dan komprehensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam mengacu pada core ajaran Islam. Kesesuaian Sistem tersebut dengan fitrah manusia tidak bisa terbantahkan. Dengan selalu menjaga keselarasan inilah yang tidak memunculkan benturan-benturan dalam Implementasinya. Kepentingan individu dibuka lebar, namun dalam waktu yang bersamaan individu memiliki kewajiban untuk menjaga kebebasan individu yang lain, dan menjaga kepentingan kolektif. Keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif menjadi pendorong bagi bergeraknya roda perekonomian tanpa merusak sistem sosial yang ada.
Inilah model atau sistem ekonomi Islam yang menunjang terbentuknya masyarakat Adil dan makmur. Pendekatan Islam terhadap sistem ekonomi merupakan sebuah pendekatan terhadap peradaban manusia sebagai satu kesatuan. Pendekatan ini sangat relevan dan amat mendesak untuk diimplementasikan sebagai ganti dari sistem ekonomi yang cenderung banyak menimbulkan konflik. Implementasi sistem ekonomi Islam tidak saja ditopang oleh argumen-argumen normatif, namun juga harus atas kesadaran tuntutan sejarah akan pentingnya menata kondisi dunia yang lebih beradab dengan beralih pada sistem yang memungkinkan untuk tujuan tersebut. Nampaknya upaya impelementasi yang mendasarkan pada tuntutan sejarah inilah yang lebih mudah dikomunikasikan kepada masyarakat.
E. Kesimpulan
Tercerabutnya akar moralitas dari para pelaku ekonomi adalah akibat terparah dari sistem ekonomi kapitalis. Kondisi ini sekaligus menjadi momok yang paling menakutkan bagi perkembangan ekonomi. Para pakar telah mendiskusikan kondisi tersebut sejak awal, ketika mereka merasakan ada sesuatu yang salah dalam sistem ini. Namun yang paling disayangkan, diskusi yang diupayakan untuk memperbaikinya, sangat dangkal dan hanya menawarkan simptom-simptom belaka. Padahal yang diperlukan adalah membongkar landasan filosofis dari sistem tersebut.
Sejak dekade 70-an ekonomi Islam telah banyak diperbincangkan para ahli sebagai salah satu sistem ekonomi alternatif yang ditawarkan untuk mengganti sistem kapitalis. Secara filosofis-ideologis perbedaan yang sangat mendasar dari ekonomi Islam minimal terletak pada lima hal; pertama, Ekonomi Islam diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang digali dari nilai-nilai ketuhanan yang akan membawa pelaku ekonominya memiliki self control. Kedua, konsep kepemilikan individu yang tidak mutlak. Ketiga, menekankan aspek keseimbangan kepentingan individu dan kolektif. Keempat, adanya kecaman terhadap monopoli dan sentralisasi harta oleh pemodal, kelima, orientasi prilaku ekonomi diarahkan pada kepentingan suci pengabdian pada Allah SWT, yang akan membawa dampak pembentukan karakter kuat dan bermoral bagi para pelaku ekonomi.
Di atas –minimal- lima prinsip makro itulah sistem ekonomi Islam dibangun. Namun demikian, para pelaku ekonomi nampaknya belum begitu banyak melirik sistem ini, terbukti pada era 90-an, saat resesi dunia melanda belahan dunia ini, kapitalisme masih mencekeramnya. Logika-logika kapitalisme masih menjadi cara penyeleseian. Sehingga Ekonomi Islam belum banyak berperan.
Secara filosofis, sebenarnya sistem ini sangat sesuai dengan tuntutan fitrah manusia. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal; diantaranya pada penekanan ajaran moral oleh setiap pelaku ekonomi. Sikap yang dicontohkan oleh Yunus bin Obaid yang tidak mau menerima keuntungan berlipat, meski secara hukum sah, adalah menjadi bukti akan posisi moralitaas dalam praktek ekonomi Islam. Keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan kolektif, juga menjadi perhatian yang serius dalam ekonomi Islam.
Implementasi sistem Ekonomi yang mempertimbangkan aspek moralitas, sebenarnya sebuah kebutuhan mendesak ditengah-tengah derasnya hantaman resesi dunia akibat kapitalisme. Upaya tersebut akan lebih efektif jika diwacanakan tidak di bawah ranah normatif belaka. Yang lebih dibutuhkan adalah implementasi cerdas dari sistem ini sebagai sebuah jawaban solutif terhadap kepincangan sistem ekonomi yang telah dan sedang mencengkeram ini. Oleh karena itu, sangat urgen untuk mengimplementasikan sistem ekonomi Islam tidak saja atas nama normatifitas, tapi adanya tuntutan masyarakat dunia untuk membenahi kondisi ekonomi akibat cengkeraman kapitalisme.


Catatan Akhir :